BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Solar cell
merupakan sebuah fotovoltaik yang terbuat dari bahan semikonduktor yang dapat
mengubah secara langsung energy cahaya menjadi energy listrik. Untuk
menanggulangi kebutuhan energy listrik yang sangat besar maka para ahli
memanfaatkan sel surya sebagai sumber energy listrik tambahan. Pada dasarnya
sel tersebut merupakan suatu diode semikonduktor yang bekerja menurut suatu
proses khusus yang dinamakan proses tak seimbang dan berlandaskan efek
photovoltaic. Dengan seiringnya berkembangnya zaman, solar cell yang tadinya
digunakan hanya untuk keperluan pembangkit listrik pada satelit, kini
penggunaan solar cell semakin luas pada lingkungan masyarakat. Pada sebagian
daerah di Negara kita telah digunakan pembangkit listrik tenaga surya.
Namun pembuatan
solar cell ini sendiri ternyata tidaklah mudah. Terutama dalam membuat
konstruksi untuk sel surya tersebut. Maka dari itu, perlu kita ketahui bahwa
solar cell tersebut terbuat dari semikonduktor, yakni Kristal ( biasanya jenis
p) yang berbentuk lapisan yang sangat tipis.
Gejala demikian
yaitu timbulnya tenaga volta yang diakibatkan oleh foton, disebut
efekfotovoltaik.Terdapatnya efek fotolistrik tidak mengherankan; kita ingat
bahwa gelombang cahaya membawa energi, dan sebagian energi yang diserapoleh
logam dapat terkonsentrasi pada electron tertentu dan muncul kembali sebagai
energi kinetic. Oleh karena hal tersebutlah melatarbelakangi perlunya dilakukan
praktikum mengenai solar cell yakni dengan inti pembahasan efek fotovoltaik.
1.2
TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk mengetahui hubungan
antara jarak dengan tegangan dan arus pada percobaan.
2. Untuk mengetahui prinsip
kerja dari solar sell sebagai penggerak motor
3. Untuk mengetahui aplikasi
dari solar sell
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sel surya fotovoltaik
merupakan suatu alat yang dapat mengubah energy sinar matahari secara langsung
menjadi energy listrik. Pada asasnya sel tersebut merupakan suatu diode
semikonduktor yang bekerja menurut suatu proses tidak seimbang (non-equilibrium process) dan
berlandaskan efek fotovoltaik ( photovoltaic effect ).
Pada umumnya,
dalam proses ini sebuah sel surya menghasilkan tegangan antara 0,5 sampai 1
Volt, tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang digunakan. Dalam
penggunaannya, sel-sel surya tersebut dihubungkan satu sama lain, sejajar, dan
atau dalam seri, tergantung dari apa yang diperlukan, untuk menghasilkan daya
dengan kombinasi tegangan dan arus yang dikehendaki.
Untuk daya yang
agak besar, gagasan ini menghadapi keterbatasan-keterbatasan, yang pada
dasarnya berlandaskan intensitas energy yang terkandung dalam seminar surya
yang rendah pada saat mencapai permukaan bumi, yang berjumlah sekitar 100 watt
per m2. Daya guna konversi energy radiasi surya menjadi energy
listrik berdasarkan efek fotovoltaik pada saat ini sudah mencapai lebih kurang
25%. Dengan demikian maka produksi daya listrik yang maksimal dapat dihasilkan
oleh sel surya berjumlah 250 watt per m2.
Untuk
memperoleh daya sebesar 1000 watt, atau1 kW, diperlukan luas sebanyak 4 m2.
Untuk 1000 kW, diperlukan 4000 m2. Belum terhitung keperluan tanah
bagi alat-alat pembantu dan lain sebagainya. Satu ha ( 10.000 m2 )
akan dapat menghasilkan 2,5 MW.
Untuk
mendapatkan 100 MW, diperlukan 40 ha, sedangkan 1000 MW ( 1GW ) akan memakai
tanah seluas 400 ha. Tanah demikian luas mungkin hanya tersedia di padang
pasir. Lepas dari soal harga, sel surya fotovoltaik pada umumnya tidak akan
dapat dimanfaatkan untuk system-sistem besar bagi penggunaan di permukaan bumi,
karena memerlukan luas wilayah yang terlampau besar. Untuk pemakaian
demikianlah, sel surya fotovoltaik akan terbatas pada system-sistem relative
kecil terutama di tempat terpencil atau untuk penggunaan-penggunaan khusus.
Satelit Surya
Pembatasan yang
dikemukakan sebelumnya, kiranya dapat diatasi, bilamana listrik tenaga surya
tersebut ditempatkan pada sebuah satelit yang berada pada suatu orbit. Dalam
gagasan ini, pada sebuah satelit, yang diperkirakan bergerak di luar geosfer
secara sinkron dengan gerakan bumi, terpasang pusat listrik tersebut. Dengan
cara ini diperoleh tiga keuntungan. Pertama, bahwa intensitas radiasi surya di
luar geosfer jauh lebih tinggi, yaitu sampai enam kali daripada di permukaan
bumi. Keuntungan kedua , bahwa adalah persoalan luas tempat tidak lagi menjadi
masalah. Manfaat ketiga adalah, bahwa dapat diatur sedemikian rupa,bahwa
satelit menerima energy matahari hampir 24 jam sehari.
Menurut
pemikiran ini, pusat listrik tenaga surya satelit ( PLTSS ) itu mentransmisikan
energy yang diterimanya ke sebuah stasiun tertentu yang terletak di permukaan
bumi, untuk dikonversi menjadi energi listrik.
Sel-sel surya
pada PLTSS mengubah energy matahari menjadi energy listrik, yang kemudian
diubah lagi menjadi energy dalam bentuk gelombang mikro ( microwave ) atau laser. Energi gelombang mikro atau laser itu
diterima oleh sebuah stasiun bumi, yang kembali mengubahnya menjadi energy
listrik, untuk selanjutnya ditransmisikan dan didistribusikan selanjutnya.
Pusat Listrik Tenaga Surya Satelit
Riset dan
pengembangan secaar intensif dilakukan oleh berbagai lembaga, antara lain di
Amerika Serikat oleh DOE (Departement Of Energy ) dan NASSA ( National
Aeronautics and Space Admisnistration), yang mempelajari pembuatan sebuah PLTSS
raksasa dengan daya terpasang 5.000 MW ( 5 GW ). Dalam PLTSS ini, sel-sel surya
dijajarkan pada suatu tempat seluas lebih kurang 60 km2 yang akan
menangkap sebanyak 800 juta kW daya surya.
Dengan
efesiensi 20% maka 160 juta MW yang dapat ditransmisikan ke bumi. Dalam desain
ini energy listrik diubah menjadi energy gelombang mikro, yang ditransmisikan
melalui antena-antena raksasa yang mempunyai garis tengah sebesar 1 kilometer.
Stasiun bumi akan mempunyai antenna penerima khusus, berbentuk elips, yang
menyearahkan. Antena penerima ini dinamakan rektena ( receiving-rectufying antenna, rectenna ). Dengan area seluas lebih
kurang 40 km2 stasiun bumi akan dapat mengkonversikan 5 sampai 10 MW
daya listrik.
Beberapa hal
yang menarik dalam desain ini :
·
Ketersediaan energy surya untuk ditransmisikan akan mendekati 100%
sehingga cocok untuk memikul beban dasar listrik.
·
Satu PLTSS akan mempunyai daya terpasang sebesar 5 GW.
·
Daya guna transmisi AS-AS ( arus searah ke arus searah melalui gelombang
mikro ) akan melampaui 60 %.
Energi matahari yang
diterima sel-sel surya menjadi energy listrik searah. Energi listrik tiu perlu
disesuaikan sebelum dimasukkan ke dalam generator gelombang gelombang mikro.
Sementara itu,
NASA telah membuat sebuah proyek demonstrasi sebesar 30 kW, yang cukup berhasil.
Daya guna transmisi AS-AS ( arus searah ke arus searah ) proyek percontohan ini
mencapai 45%.
Di antara
persoalan yang masih dihadapi PLTSS ini adalah pengaruh lingkungan disebabkan
transmisi gelombang mikro, yang mungkin akan memakai frekuensi 2,45 GHz, yaitu
menyangkut:
·
Interferensi pada siaran radio
·
Pemanasan setempat ionosfer ( ionosphere
) yang akan mengganggu hubungan satelit komunikasi lain yang ada
·
Pancaran gelombang mikro ini dapat mempunyai efek biologis yang kurang
baik
Selain daripada itu, sinar
gelombang mikro atau laser itu pada asasnya merupakan suatu pancaran energy
dengan 5 MW mungkin sekali tidak akan dilewati oleh sebuah pesawat terbang,
tanpa menjadi hancur lebur.[1]
Yang disebut
efek fotolistrik adalah gejala yang bersangkutan denga penyinaran cahaya pada
permukaan logam terhadap sifat-sifat kelistrikan logam. Ada tiga hal yang dapat
kita bicarakan disini yaitu efek foto-emisi, efek fotokonduksi, dan efek
fotovoltaik. Dalam penggunaannya, sel-sel surya tersebut dihubungkan satu sama lain,
sejajar, dan atau dalam seri, tergantung dari apa yang diperlukan, untuk
menghasilkan daya dengan kombinasi tegangan dan arus yang dikehendaki.
Untuk daya yang
agak besar, gagasan ini menghadapi keterbatasan-keterbatasan, yang pada
dasarnya berlandaskan intensitas energy yang terkandung dalam seminar surya
yang rendah pada saat mencapai permukaan bumi, yang berjumlah sekitar 100 watt
per m2.Pada efek fotolistrik ini, pengaruh cahaya terhadap sifat
kelistrikan bahan bukannya disebabkan karena sifat cahaya selaku gelombang
elektromagnetik semata-mata, melainkan sikap cahaya selaku pembawa energy/
tenaga.
Meskipun
gelombang elektromagnetik adalah juga pembawa energy, namun dalam hal ini tidak
dapat digunakan untuk menerangkan efek fotolistrik. Albert Einstein
mengemukakan hipotese bahwa cahaya harus dipandang pula sebagai pancaran
uni-unit tenaga atau kuantum-kuantum tenaga yang lalu disebut sebagai foton.
Foton tersebut bukannya zarah dalam arti mempunyai massa, namun bersikap
seperti zarah dalam hal tumbukannnya.
Cahaya yang
frekuensinya v dipandang sebagai arus
foton yang tenaganya adalah hv untuk
setiap foton. Jadi tenaga foton hanya ditentukan oleh frekuensi cahaya yang
bersangkutan, sedangkan intensitas cahaya menentukan banyaknya foton.
1.
Efek Fotoemisi
Kalau ada suatu permukaan
logam dikenakan cahaya, maka foton cahaya sewakti menumbuk permukaan logam
dapat mementalkan electron bebas dari permukaan logam.
Jelaslah bahwa
untuk dapat melepaskan electron bebas dari permukaan logam, tenaga foton tersebutharus
sekurang-kurangnya harus sama dengan fungsi kerja logam, dan kalau tenaga foton tersebut melebihi
fungsi kerja logam, maka sisa tenaga foton tersebut akan dipakai sebagai ganti
energy kinetic electron yang lepas dari permukaan. Secara singkat hal ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Hv = Ø +
E
(2.1)
Dengan E selaku tenaga
kinetic electron sewaktu lepas dari permukaan logam. Persamaan 2.1 tersebut
dikenal juga sebagai persamaan fotolistrik Eistein.
Apabila di atas permukaan logam kita tempatkan
keping logam yang lain yang berpotensial positif terhadap permukaan logam
tersebut, maka electron-elektron yang dipancarkan itu terkumpul pada keping
permukaan logam dan selanjutnya akan memberikan atus listrik.
2.
Efek Fotokonduksi
Pada efek
fotokonduksi, peningkatan daya hantar semikonduktor sebagai akibat bertambah
banyaknya jumlah electron yang melompat dari pita valensi ke pita konduksi
adalah disebakan oleh suatu penyinaran cahaya yang berarti penyinaran
font-foton; tenaga foton yang mengenai nya dipindahkan kepada electron di pita
valensi untuk meloncatkan electron tersebut ke pita konduksi.
Maka agar dapat
terjadi efek fotokonduksi, tenaga fotonnya sekurang-kurangnya harus sama dengan
sela tenaga yaitu beda tinggi tingkat tenaga antara bagian bawah pita konduksi
dan bagian atas pita valensi.
3.
Efek Fotovoltaik
Kalau pada
persambungan antara bahan konduktor dan bahan semkikonduktor, ataupun antara
dua bahan semikonduktor yang jenisnya berbeda, dikenakan sinar cahaya, maka
akan timbul suatu e.m.f. Gejala demikian yaitu timbulnya tegangan volta yang
diakibatkan oleh foton, disebut efek fotovoltaik.
Besarnya
tegangan fotovoltaik ternyata sebanding dengan intensitas cahaya yang mengenai
persambungan. Maka efek fotovoltaik dapat dipakai sebagai dasar pembuatan alat
pengukur intensitas cahaya, misalnya dalam teknik fotografi. Ada tiga hal yang
dapat kita bicarakan disini yaitu efek foto-emisi, efek fotokonduksi, dan efek
fotovoltaik.
Pada efek
fotolistrik ini, pengaruh cahaya terhadap sifat kelistrikan bahan bukannya
disebabkan karena sifat cahaya selaku gelombang elektromagnetik semata-mata,
melainkan sikap cahaya selaku pembawa energy/ tenaga.
Meskipun
gelombang elektromagnetik adalah juga pembawa energy, namun dalam hal ini tidak
dapat digunakan untuk menerangkan efek fotolistrik. Albert Einstein
mengemukakan hipotese bahwa cahaya harus dipandang pula sebagai pancaran
uni-unit tenaga atau kuantum-kuantum tenaga yang lalu disebut sebagai foton.
Sel fotovoltaik yakni fotosel yang berdasarkan efek fotovoltaik sering juga
disebut photronic.
1. . Secara klasik, misalkan
permukaan logam pada eksperimen adalah natrium, arus fotolistrik teramati jika
energi elektromaknetik 10-6J/m2 teresam oleh permukaan.
Sementara ada 1019 atom pada selapis natrium setebal satu atom dan
seluas 1m2. Jika dianggap cahaya datang diserap oleh lapisan atas
dari atom-atom natrium, setiap atom menerima energi rata-rata dengan laju 10-25W.
Pada laju ini, natrium membtuhkan waktu 1,6x106 detik atau sekitar
dua minggu untuk mengumpulkan energi sebesar 1eV, yaitu energi fotoelektron.
Sel tersebut
dibuat dengan melekatkan lapisan tipis satu bahan pada bahan lain sehingga
penyinaran pada persambungan dapat dilaksanakan lewat lapisan bahan yang karena
tipisnya adalah transparan ( tembus cahaya).
Kalau pada
perbatasan kedua semikonduktor diberikan sinar cahaya yakni yang berarti
dikenai foton-foton, maka oleh tumbuhan foton dengan electron, tenaga foton ini
akan dipindahkan ke semikonduktor A untuk meloncatkan electron lebih banyak
dari tingkat tenaga impuritas ke pita konduksi yang kemudian menyebabkan
mendifusinya electron lebih lanjut.[2]
Dioda hubungan p-n
Hubungan p-n merupakan
dasar dari elektronik semikonduktor. Sifat hubungan p-n harus dimengerti dengan
benar, ini penting karena merupakan kunci agar dapat memahami elektronik
semikonduktor. Hubungan p-n tidak bisa dibentuk hanya dengan menghubungkan
semikonduktor tipe p dan tipe n begitu saja.
Akan didapat
hubungan p-n bila kita rubah sebagian dari substrat kristal menjadi tipe-n
dengan menambahakan donor dan agian yang lain menjadi tipe p dengan menambahkan
aseptor. Dengan kata lain harus mempunyai struktur kristal yang kontiniu. Ada
beberapa cara untuk menghasilkan hubungan p-n yang mempunyai konsentrasi
ketidak murnian seperti padda gambar, ini akan dibicarakan kemudian. Kita
tinjau apa yang tejadi setelah hubungan p-n itu terbentuk.
Donor dan
aseptor tidak dapat berpindah bebas pada temperatur normal. Menggambarkan
hubungan tepat sesudah terbentuk : aseptor membentuk semikonduktor tipe-p dan
donor membentuk tipe-n yang disertai dengan jumlah hole elektron yang sama, dan
kedua daerah itu sifat listriknya netral. Hole dan elektron itu merupakan
pemmbawa bebas yang dapat dinaikkan tingkatannya ke jalur konduksi dan juga
dapatt dalam jalur valensi.
Pembawa-pembawa
ini berdifusi ke daerah yang mempunyai konsentrasi rendah dan berekombinasi
satu sama lain. Misalnya karena hole dalam tipe-p lebih tinggi konsentrasinya
daripada hole tipe-n, mereka berdifusi dari daerah tipe-p ke tipe-n. Proses
yang sama terjadi pada elektron. Tetapi proses ini tidak terjadi terus menerus.
Ambillah misalnya pada hole. Bila ia meninggalkan daerah tipe-p dan hilang ke
dalam daerah tipe-n karena berekomendasi, sebuah aseptor akan diionisasikan
menjadi neggatif dalam daerah tipe-p itu, yang membentuk muatan ruang negatif.
Hal yang sama
terjadi pula pada elektron yang meninggalkan muatan ruang positif pada daerah
tipe-n, ini membangkitkan medan listrik yang muali dari ruang bermuatan
positif, berakhir pada ruang bermuatan negatif. Medan listrik ini mmenghambat
hole untuk berdifusi di daerah tipe-p ke tipe-n, juga demikian pada elektron
terhambat berdifusi dari tipe-n ke tipe-p. Seperti diperlihatkan pada, medan
listrik bertambah kuat bila lebih banyak pembawa berdifusi dan berekomendasi.
Akhirnya aliran pembawa berhenti setelah terdapat keseimbangan antara difusi dan
hanyutan dari pembawa-pembawa yang disebabkan oleh medan listrik yang
berlawanan arahnya.keadaan itu disebut dengan seimbang.[3]
Efek fotolistrik
Pada tahun 1887 Heinrich
Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat katoda dengan aneka cahaya dan
sebagai hasilnya elektron-elektrn dipancarkan dari pelat katoda. Eksperimen
yang dikenal sebagai efek fotolistrik ini dapat digambarkan.
Dalam ekperimen ini
intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial antara kedua pelat
diubah-ubah. Secara klasik, sebenarnya peristiwa terpancarnya elektron dari
permukaan logam yang disinari merupakan hal atau fenomena yang wajar. Hasil
pengamatan yang tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan oleh pemahaman klasik
adalah
2. Distribusi energi elektron
terpancar (fotoelektron) tidak tergantung dari intensitas cahaya. Berkas cahaya
yang kuat hanya menghasilkan fotoelektron atau elektron terpancar lebih banyak
tetapi energi fotoelektron rata-rata sama saja dibanding fotoelektron oleh
berkas cahaya bberintensitas lebih lemah dan frekuuensi sama.
3. Tidak ada keterlambatan
waktu antara datangnya cahaya pada permukaan logam dan terpancarnya elektron.
Secara klasik, misalkan permukaan logam pada eksperimen adalah natrium, arus
fotolistrik teramati jika energi elektromaknetik 10-6J/m2
teresam oleh permukaan. Sementara ada 1019 atom pada selapis natrium
setebal satu atom dan seluas 1m2. Jika dianggap cahaya datang
diserap oleh lapisan atas dari atom-atom natrium, setiap atom menerima energi
rata-rata dengan laju 10-25W. Pada laju ini, natrium membtuhkan
waktu 1,6x106 detik atau sekitar dua minggu untuk mengumpulkan
energi sebesar 1eV, yaitu energi fotoelektron.
4. Energi fotoelektron
tergantung pada frekwensi cahaya yang digunakan dan dibawah frekwensi tertentu
tidak ada elektron dipancarkan walau intensitas diperbesar. Energi kinetik
elektron,, energi cahaya, dan energi minimum dari cahaya yang diperbolehkan
memenuhi hubungan :
Ek = E – Ф0 (2.2)
Jelas, jika energi cahaya E kurang
dari energi minimum Ф0 tidak
ada elektron terpencar. Pada tahun 1905, Einstein mengemukakan penjelasan
berupa kebergantungan fotoelektron padda frekuensi radiasi. Menurutnya radiasi
yang sampai pada permukaan menjadi sebungkus(budle) energi yang terlokasi E = hv sebagaimana
digagas Max Planck dan merambat dengan laju cahaya. Sebungkus atau paket cahaya
ini kemudian disebut sebagai foton. Jika foton sampai pada permukaan logam,
maka
1. Foton dapat dipantulkan
(sesuai hukum optik).
2. Foton dapat lenyap dan
menyerahkan seluruh energinya untuk melempar elektron.
Dengan
demikian, persamaan (2.2) menjadi :
Ek = hv - Ф0
(2.3)
Energi minimum
Ф0 = eV0 disebut fungsi kerja (work function) dari logam. Dari persamaan (2.2) diperoleh frekuensi
radiasi minimum untuk melempar elektron, yaitu :
V0 =
Ф0 / h
(2.4)
Sehingga,
Ek =
h ( v – v0 ) (2.5)
Singkat
kata, penjelasan kuanta energi
radiasi atau energi terbungkus dalam satu paket mampu menjelaskan fenomena
terpancarnya elektron dari pelat katoda setelah disinari cahaya dengan
frekuensi tertentu.[4]
SEL SURYA
Photo-voltaic
terdiri dari photo dan voltaic. Photo berasal dari kata Yunani phos yang
berarti cahaya. Sedangkan voltaic diambil dari nama Alessandro Volta (1745 -
1827), seorang pelopor dalam pengkajian mengenai listrik. Sehingga
photo-voltaic dapat berarti listrik-cahaya. Belakangan ini, photo-voltaic lebih
sering disebut solar cell atau sel surya, karena cahaya yang dijadikan energi listrik
adalah sinar matahari.
Sel surya
merupakan sebuah piranti yang mampu mengubah secara langsung energi cahaya
menjadi energi listrik. Proses pengubahan energi ini terjadi melalui efek
fotolistrik. Efek fotolistrik adalah peristiwa terpentalnya sejumlah elektron
pada permukaan sebuah logam ketika disinari seberkas cahaya.
Gejala efek
fotolistrik dapat diterangkan melalui teori kuantum Einstein. Menurut teori
kuantum Einstein, cahaya dipandang sebagai sebuah paket energi (foton) yang
besar energinya bergantung pada frekuensi cahaya. Pada sel surya energi foton
akan diserap oleh elektron sehingga elektron akan terpental keluar menghasilkan
arus dan tegangan listrik.
Pada tahun 1927 metalÐ lain semikonduktor -junction solar cell, dalam hal ini terbuat dari tembaga dan semikonduktor oksidatembaga, telah ditunjukkan. Pada tahun
1930-anbaiksel selenium dan tembaga oksida sel sedang bekerja di perangkat yang sensitive terhadap cahaya,
seperti fotometer, untuk digunakan dalam fotografi. Sel-sel surya awal, bagaimanapun, masih memiliki efisiensi konversi energy kurang dari 1
persen. Sel surya merupakan salah satu
produk teknologi fotovoltaik yang dikembangkan pada bahan semikonduktor
(silikon multikristal, monokristal dan amorf) yang mampu menyerang Kebuntuan ini akhirnya diatasi dengan pengembangan sel surya silicon oleh Russell Oh pada tahun 1941. Pada tahun 1954, tiga peneliti Amerika lainnya,
GL Pearson, Daryl Chapin, dan Calvin Fuller, menunjukkan sel surya silicon mamp efisiensi 6-persen konversi energy bila digunakan di bawah sinar matahari langsung. Padatahun
1980-an sel-selsilikon, serta yang terbuatdari gallium arsenide, dengan efisiensi lebih dari 20
persen telah dibuat.Pada tahun 1989 konsentrator sel surya, jenis perangkat di mana sinar matahari terkonsentrasi pada permukaan sel dengan cara lensa,
mencapai efisiensi 37 persen karena peningkatan intensitas energi yang dikumpulkan. Secara umum, sel surya secara luas berbagai efisiensi dan biaya sekarang tersedia.
sebuah silikon murni yang diberi pengotoran bervalensi 5 (kelebihan sebuah
elektron) juga menghasilkan silikon tipe-n. Sambungan kedua jenis
silikon ini akan membentuk persambungan (junction) PN. Pada batas
sambungan akan timbul sebuah celah energi atau energy gap (Eg)
yang membatasi pita valensi dengan pita konduksi
Arus (I) dan tegangan (V) yang dihasilkan ketika sel memperoleh
penyinaran merupakan karakteristik setiap sel surya. Karakteristik ini selalu
disajikan dalam bentuk kurva hubungan I dan V. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik sel surya dipengaruhi oleh intensitas cahaya
dan suhu permukaan sel.
Photo-voltaic terdiri dari photo dan voltaic. Photo berasal dari kata
Yunani phos yang berarti cahaya. Sedangkan voltaic diambil dari nama Alessandro
Volta (1745 - 1827), seorang pelopor dalam pengkajian mengenai listrik.
Sehingga photo-voltaic dapat berarti listrik-cahaya. Belakangan ini,
photo-voltaic lebih sering disebut solar cell atau sel surya, karena cahaya
yang dijadikan energi listrik adalah sinar matahari.
Sel surya merupakan salah satu produk teknologi fotovoltaik yang
dikembangkan pada bahan semikonduktor (silikon multikristal, monokristal dan
amorf) yang mampu menyerang gelombang elektromagnetik dan konversi energi
cahaya (photon) menjadi energi listrik secara langsung. Prinsip dasar
sel surya merupakan kebalikan dari LED (Light Emmiting Diode) yang mengubah
energi listrik menjadi cahaya atau boleh dikatakan identik dengan sebuah dioda
cahaya (photodioda)
Pada umumnya sel surya terbuat dari bahan semikontor. Salah satu bahan sel
surya adalah kristal silikon (c-Si). Bahan ini merupakan silikon murni (elektron
valensi 4) yang diberi pengotoran (impuriti) bervalensi 3 sehingga menjadi
silikon tak murni (kekurangan sebuah elektron). Silikon jenis ini kemudian
diberi nama silikon tipe-p.
sebuah silikon murni yang diberi pengotoran bervalensi 5 (kelebihan sebuah
elektron) juga menghasilkan silikon tipe-n. Sambungan kedua jenis
silikon ini akan membentuk persambungan (junction) PN. Pada batas
sambungan akan timbul sebuah celah energi atau energy gap (Eg)
yang membatasi pita valensi dengan pita konduksi.
Pada semikonduktor c-Si, energi-gapnya sebesar 1,11 eV, artinya bila
elektron pada pita valensi Si memperoleh energi foton yang lebih besar dari
1,11 eV maka elektron tersebut akan mampu melewati celah energi dan berpindah
menuju pita konduksi (Beaser, 1992). Perpindahan elektron-elektron ini
menyebabkan terjadinya aliran elektron pada pita konduksi hingga terjadilah
aliran arus listrik.
sebuah silikon murni yang diberi pengotoran bervalensi 5 (kelebihan sebuah
elektron) juga menghasilkan silikon tipe-n. Sambungan kedua jenis
silikon ini akan membentuk persambungan (junction) PN. Pada batas
sambungan akan timbul sebuah celah energi atau energy gap (Eg)
yang membatasi pita valensi dengan pita konduksi
Deskripsi matematis yang merupakan syarat agar elektron berpindah dari pita
valensi ke pita energi dinyatakan dalam bentuk
E = h> (2.6)
dengan
h dan u masing-masing adalah konstanta Planck ( 6,63´ 10- 34 Js) dan
frekuensi cahaya yang jatuh pada permukaan sel surya. Frekuensi ini dapat
dinyatakan sebagai hubungan
untuk c dan l masing-masing menyatakan laju dan panjang-gelombang cahaya. Perpindahan elektron-elektron dari pita valensi ke pita konduksi menimbulkan dua macam gerak pembawa muatan, yaitu gerak elektron-elektron pada pita konduksi dan gerak hole (lubang) pada pita valensi dengan arah gerak kedua pembawa muatan tersebut saling berlawanan. Total gerak pembawa muatan tersebut menimbulkan arus listrik pada rangkaian luar yang secara sederhana dilukiskan pada Gambar 2.1.
Gambar
2.1. Proses pembangkitan arus listrik pada sel surya
Arus keluaran (I) serta tegangan (V) yang dihasilkan ketika sel memperoleh penyinaran merupakan karakteristik setiap sel surya. Karakteristik ini selalu disajikan dalam bentuk kurva hubungan I dan V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisrik sel surya dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu permukaan sel.
Kurva I-V yang merupakan karakteritik tersebut tersaji dalam
Gambar 2.2
Gambar
2.2. Pengaruh intensitas cahaya terhadap karakteristik
arus-tegangan sel surya
Dari gambar
2.2 terlihat bahwa arus keluaran (I) berbanding lurus dengan intensitas
cahaya, sedangkan tegangan (V) berubah secara logaritmik. ISC menyatakan
arus hubung singkat dan VOC menyatakan tegangan listrik rangkaian
terbuka. Arus dan tegangan maksimun terjadi pada saat sel surya menghasilkan
daya ( jumlah watt ) maksimum.[5]
Solar Cell adalah salah satu jenis
sensor cahaya photovoltaic, yaitu sensor yang dapat mengubah intensitas cahaya
menjadi perubahan tegangan pada outputnya. Apabila “solar cell” menerima
pancaran cahaya maka pada kedua terminal outputnya akan keluar tegangan DC
sebesar 0,5 volt hingga 0,5 volt. Dalam aplikasinya solar cell lebih sering
digunakan sebagai pembangkit listrik DC tenaga surya (matahari).
Dalam skala kecil solar cell sering kita
jumpai sebagai sumber tegangan DC pada peralatan elektronika seperti kalkulator
atau jam. Prinsip Kerja Solar Cell Efek sel photovoltaik terjadi akibat
lepasnya elektron yang disebabkan adanya cahaya yang mengenai logam.
Logam-logam yang tergolong golongan 1
pada sistem periodik unsur-unsur seperti Lithium, Natrium, Kalium, dan Cessium
sangat mudah melepaskan elektron valensinya. Selain karena reaksi redoks,
elektron valensilogamlogam tersebut juga mudah lepas olehadanya cahaya yang
mengenai permukaan logam tersebut.
Diantara logam-logam diatas Cessium
adalah logam yang paling mudah melepaskan elektronnya, sehingga lazim digunakan
sebagai foto detektor.
Proses Pembangkitan Tegangan Pada
Solar Cell Solar Cell,harga Solar Cell,teori Solar Cell,prinsip kerja Solar
Cell,definisi Solar Cell,pengertian Solar Cell,menggunakan Solar Cell,aplikasi
Solar Cell,manfaat Solar Cell,karakteristikSolar Cell,jual Solar Cell,modul
Solar Cell,tegangan output Solar Cell,rangkaian Solar Cell,pembangkit listrik,sumber
tegangan Solar Cell,bahan Solar Cell,sistem kerja Solar Cell,kegunaan Solar
Cell,harga beli Solar Cell,daya output Solar Cell,keluaran Solar
Cell,sensitivitas Solar Cell Tegangan yang dihasilan oleh sensor foto voltaik
adalah sebanding dengan frekuensi gelombang cahaya (sesuai konstanta Plank E =
h.f).
Semakin kearah warna cahaya biru, makin tinggi
tegangan yang dihasilkan. Tingginya intensitas listrik akan berpengaruh
terhadap arus listrik. Bila foto voltaik diberi beban maka arus listrik dapat
dihasilkan adalah tergantung dari intensitas cahaya yang mengenai permukaan
semikonduktor.
SEMIKONDUKTOR TIPE-P DAN TIPE-N
Ketika suatu kristal silikon di-doping dengan unsur golongan kelima, misalnya
arsen, maka atom-atom arsen itu akan menempati ruang diantara atom-atom silikon
yang mengakibatkan munculnya elektron bebas pada material campuran tersebut.
Elektron bebas tersebut berasal dari kelebihan elektron yang dimiliki oleh
arsen terhadap lingkungan sekitarnya,
Dalam
hal ini adalah silikon. Semikonduktor jenis ini kemudian diberi nama
semikonduktor tipe-n. Hal yang sebaliknya terjadi jika kristal silikon di-doping oleh unsur golongan ketiga, misalnya boron,
maka kurangnya elektron valensi boron dibandingkan dengan silikon mengakibatkan
munculnya holeyang bermuatan positif pada
semikonduktor tersebut. [6]
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. PERALATAN DAN FUNGSI
1. Lampu pijar 200 watt
Fungsi : sebagai sumber energi
surya.
2. Motor unit
Fungsi : untuk mengubah
energi listrik (DC) menjadi energi mekanik
3. Penggaris 50 cm
Fungsi : untuk mengukur
jarak antara lampu dengan solar sel.
4. Multimeter digital 2 buah
Fungsi : untuk mengukur
tegangan dan arus.
5. Pipa paralon
Fungsi : untuk memfokuskan
cahaya.
6. Statif
Fungsi : untuk menyangga
lampu pijar dan pipa paralon.
7. Solar cell
Fungsi : untuk mengubah
energi surya menjadi energi listrik.
8. Wayar
Fungsi : untuk
menghubungkan peralatan satu dengan yang lainnya.
9. Cok sambung
Fungsi : untuk
menyambungkan rangkaian alat ke sumber tegangan.
10. Kacamata hitam
Fungsi : untuk melindungi
mata dari sinar lampu pijar.
11. Serbet
Fungsi : untuk menahan
panas saat memegang pipa paralon
12. Penjepit buaya
Fungsi : untuk menjepit
solar sel agar tersambung dengan rangkaian.
13. Stopwatch
Fungsi : untuk mengukur
waktu lamanya proses penyinaran solar sel.
3.2. BAHAN DAN KOMPONEN
-
3.3. PROSEDUR
A. DENGAN PIPA
PARALON
1. Dipersiapkan peralatan.
2. Dihibungkan kutub positif (
+ ) solar sel ke kutub positif ( + ) ammeter.
3. Dihibungkan kutub negatif (
- ) ammeter ke salah satu kutub motor unit.
4. Dihibungkan kutub positif (
+ ) solar sel ke kutub positif ( + ) voltmeter.
5. Dihibungkan kutub negatif (
- ) voltmeter ke kutub negatif ( - )
solar sel.
6. Dihibungkan kutub negatif (
- ) solar sel ke salah satu kutub motor unit.
7. Setelah rangkaian selesai
di rangkai, dililitkan wayar lampu pijar ke statif dan diukur jarak lampu ke
surya sel dengan jarak 5 cm.
8. Dimasukkan lampu pijar ke
dalam pipa paralon dan digantungkan pada statif.
9. Dihidupkan lampu pijar
bersamaan dengan dihidupkan stopwatch.
10. Diukur tegangan dan arus
pada setiap jarak setelah 1 menit.
11. Dicatat hasilnya.
12. Diulangi percobaan yang
sama dengan untuk jarak lampu ke solar sel sejauh 10 cm, 15 cm, dan 20 cm.
B. TANPA PIPA PARALON
1. Dipersiapkan peralatan.
2. Dihibungkan kutub positif (
+ ) solar sel ke kutub positif ( + ) ammeter.
3. Dihibungkan kutub negatif (
- ) ammeter ke salah satu kutub motor unit.
4. Dihibungkan kutub positif (
+ ) solar sel ke kutub positif ( + ) voltmeter.
5. Dihibungkan kutub negatif (
- ) voltmeter ke kutub negatif ( - )
solar sel.
6. Dihibungkan kutub negatif (
- ) solar sel ke salah satu kutub motor unit.
7. Setelah rangkaian selesai
di rangkai, dililitkan wayar lampu pijar ke statif dan diukur jarak lampu ke surya
sel dengan jarak 5 cm.
8. Dihidupkan lampu pijar
bersamaan dengan menghidupkan stopwatch.
9. Diukur tegangan dan arus
pada setiap jarak setelah 1 menit.
10. Dimatikan lampu pijar.
11. Dicatat hasilnya.
12. Diulangi percobaan yang
sama dengan untuk jarak lampu ke solar sel sejauh 10 cm, 15 cm, dan 20 cm.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Dari percobaan yang telah
dilakukan diketahui bahwa jarak sumber cahaya terhadap tegangan dan arus yang
dihasilkan tentu sangat berhubungan. Hubungan ini merupakan hubungan yang
berbanding terbalik. Artinya, semakin kecil jarak sumber cahaya (bola lampu
pijar) ke solar cell, maka akan menghasilkan tegangan dan arus yang semakin
besar. Sebaliknya, apabila jarak sumber cahaya kita perbesar, maka tegangan dan
arus yang dihasilkan akan semakin kecil.
2. Dari percobaan yang telah
dilakukan diketahui bahwa prinsip kerja dari solar cell sebagai penggerak motor
adalah sebagai berikut, solar cell menerima cahaya yang datang dari lampu
pijar, kemudian terjadi perubahan energi di dalam solar cell, yang kemudian
mengubah energi cahaya yang diterimanya menjadi energi listrik. Energi listrik
yang dihasilkan ini kemudian menggerakkan motor unit sehingga tegangan dan arus
yang dihasilkan dapat dideteksi dari pergerakan motor unit tersebut.
3. Dari percobaan yang telah
dilakukan diketahui bahwa Solar cell memiliki berbagai aplikasi dan pemanfaatan
dalam banyak aspek kehidupan manusia. Beberapa contoh di antaranya adalah
menjadikan panel surya (solar cell)
sebagai sumber untuk pembangkit listrik rumah tangga ataupun perusahaan. Selain
bisa menghemat biaya listrik, sekaligus membantu melestarikan lingkungan.
Aplikasi lainnya adalah sepeda tenaga surya, kalkulator tenaga surya, solar car fan(kipas angin mobil tenaga
surya), solar public phone (telepon
umum tenaga surya) dan banyak aplikasi lainnya.
4. Dari percobaan yang telah
dilakukan diketahui bahwa Intensitas cahaya yang diberikan dan daya listrik
yang dihasilkan tentu sangat berhubungan. Hubungan ini merupakan hubungan yang
berbanding lurus. Artinya, semakin kecil intensitas cahaya yang diberikan ke
solar cell, maka akan menghasilkan daya
yang semakin kecil pula. Sebaliknya, apabila intensitas cahaya kita
perbesar, maka daya yang dihasilkan juga akan semakin besar.
5.2. SARAN
1.
Agar praktikan selanjutnya
sebaiknya lebih teliti saat mengukur jarak lampu pijar dengan solar sel.
2.
Agar praktikan selanjutnya
dapat merangkai rangkaian dengan melihat skema rangkaian.
3.
Agar praktikan selanjutnya
sebaiknya memakai kacamata hitam saat percobaan tanpa pipa paralon.
DAFTAR PUSTAKA
Diakses tanggal 13 November 2013
[6]
Elektronika, dasar.2012.Solar sell, ( http://elektronika-dasar.web.id/komponen/sensor-tranducer/solar-cell/
Solar Cell Monday, September 3rd 2012. | Sensor / Tranducer)
Diakses tanggal 16 November
2013
[1] Kadir, Abdul.1995.ENERGI SUMBER DAYA,
INOVASI, TENAGA LISTRIK DANPOTENSI EKONOMI.Edisi kedua. UI-Perss: Jakarta.
Hal : 396-373
[4]
Purwanto, Agus. FISIKA KUANTUM.2006. Pernerbit Gava Media : Jogjakarta.
Hal
12-15
[3] Rio,Reka.2006.FISIKA DAN TEKNOLOGO
SEMIKONDUKTOR. Pradnya Paramita : Jakarta.
Hal.58-59
[2] Soedojo, Peter.1998.AZAS-AZAS ILMU FISIKA.
Jilid dua.Gajah Mada: Yogyaarta.
Hal 259-263
Medan
7 desember 2013
Asisten, Praktikan,
(Theresya Simanjuntak) (Rinto
Pangaribuan)
No comments:
Post a Comment