Tuesday 17 December 2013

SOLAR SELL SEBAGAI PENGGERAK MOTOR



BAB 1


PENDAHULUAN


1.1     LATAR BELAKANG
Solar cell merupakan sebuah fotovoltaik yang terbuat dari bahan semikonduktor yang dapat mengubah secara langsung energy cahaya menjadi energy listrik. Untuk menanggulangi kebutuhan energy listrik yang sangat besar maka para ahli memanfaatkan sel surya sebagai sumber energy listrik tambahan. Pada dasarnya sel tersebut merupakan suatu diode semikonduktor yang bekerja menurut suatu proses khusus yang dinamakan proses tak seimbang dan berlandaskan efek photovoltaic. Dengan seiringnya berkembangnya zaman, solar cell yang tadinya digunakan hanya untuk keperluan pembangkit listrik pada satelit, kini penggunaan solar cell semakin luas pada lingkungan masyarakat. Pada sebagian daerah di Negara kita telah digunakan pembangkit listrik tenaga surya.
Namun pembuatan solar cell ini sendiri ternyata tidaklah mudah. Terutama dalam membuat konstruksi untuk sel surya tersebut. Maka dari itu, perlu kita ketahui bahwa solar cell tersebut terbuat dari semikonduktor, yakni Kristal ( biasanya jenis p) yang berbentuk lapisan yang sangat tipis.
Gejala demikian yaitu timbulnya tenaga volta yang diakibatkan oleh foton, disebut efekfotovoltaik.Terdapatnya efek fotolistrik tidak mengherankan; kita ingat bahwa gelombang cahaya membawa energi, dan sebagian energi yang diserapoleh logam dapat terkonsentrasi pada electron tertentu dan muncul kembali sebagai energi kinetic. Oleh karena hal tersebutlah melatarbelakangi perlunya dilakukan praktikum mengenai solar cell yakni dengan inti pembahasan efek fotovoltaik.

1.2     TUJUAN PERCOBAAN
1.      Untuk mengetahui hubungan antara jarak dengan tegangan dan arus pada percobaan.
2.      Untuk mengetahui prinsip kerja dari solar sell sebagai penggerak motor
3.      Untuk mengetahui aplikasi dari solar sell
4.      Untuk mengetahui hubungan antara intensitas dengan daya.




BAB 2


TINJAUAN PUSTAKA


Sel surya fotovoltaik merupakan suatu alat yang dapat mengubah energy sinar matahari secara langsung menjadi energy listrik. Pada asasnya sel tersebut merupakan suatu diode semikonduktor yang bekerja menurut suatu proses tidak seimbang (non-equilibrium process) dan berlandaskan efek fotovoltaik (  photovoltaic effect ).
Pada umumnya, dalam proses ini sebuah sel surya menghasilkan tegangan antara 0,5 sampai 1 Volt, tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang digunakan. Dalam penggunaannya, sel-sel surya tersebut dihubungkan satu sama lain, sejajar, dan atau dalam seri, tergantung dari apa yang diperlukan, untuk menghasilkan daya dengan kombinasi tegangan dan arus yang dikehendaki.
Untuk daya yang agak besar, gagasan ini menghadapi keterbatasan-keterbatasan, yang pada dasarnya berlandaskan intensitas energy yang terkandung dalam seminar surya yang rendah pada saat mencapai permukaan bumi, yang berjumlah sekitar 100 watt per m2. Daya guna konversi energy radiasi surya menjadi energy listrik berdasarkan efek fotovoltaik pada saat ini sudah mencapai lebih kurang 25%. Dengan demikian maka produksi daya listrik yang maksimal dapat dihasilkan oleh sel surya berjumlah 250 watt per m2.
Untuk memperoleh daya sebesar 1000 watt, atau1 kW, diperlukan luas sebanyak 4 m2. Untuk 1000 kW, diperlukan 4000 m2. Belum terhitung keperluan tanah bagi alat-alat pembantu dan lain sebagainya. Satu ha ( 10.000 m2 ) akan dapat menghasilkan 2,5 MW.
Untuk mendapatkan 100 MW, diperlukan 40 ha, sedangkan 1000 MW ( 1GW ) akan memakai tanah seluas 400 ha. Tanah demikian luas mungkin hanya tersedia di padang pasir. Lepas dari soal harga, sel surya fotovoltaik pada umumnya tidak akan dapat dimanfaatkan untuk system-sistem besar bagi penggunaan di permukaan bumi, karena memerlukan luas wilayah yang terlampau besar. Untuk pemakaian demikianlah, sel surya fotovoltaik akan terbatas pada system-sistem relative kecil terutama di tempat terpencil atau untuk penggunaan-penggunaan khusus.
Satelit Surya
Pembatasan yang dikemukakan sebelumnya, kiranya dapat diatasi, bilamana listrik tenaga surya tersebut ditempatkan pada sebuah satelit yang berada pada suatu orbit. Dalam gagasan ini, pada sebuah satelit, yang diperkirakan bergerak di luar geosfer secara sinkron dengan gerakan bumi, terpasang pusat listrik tersebut. Dengan cara ini diperoleh tiga keuntungan. Pertama, bahwa intensitas radiasi surya di luar geosfer jauh lebih tinggi, yaitu sampai enam kali daripada di permukaan bumi. Keuntungan kedua , bahwa adalah persoalan luas tempat tidak lagi menjadi masalah. Manfaat ketiga adalah, bahwa dapat diatur sedemikian rupa,bahwa satelit menerima energy matahari hampir 24 jam sehari.
Menurut pemikiran ini, pusat listrik tenaga surya satelit ( PLTSS ) itu mentransmisikan energy yang diterimanya ke sebuah stasiun tertentu yang terletak di permukaan bumi, untuk dikonversi menjadi energi listrik.
Sel-sel surya pada PLTSS mengubah energy matahari menjadi energy listrik, yang kemudian diubah lagi menjadi energy dalam bentuk gelombang mikro ( microwave ) atau laser. Energi gelombang mikro atau laser itu diterima oleh sebuah stasiun bumi, yang kembali mengubahnya menjadi energy listrik, untuk selanjutnya ditransmisikan dan didistribusikan selanjutnya.
Pusat Listrik Tenaga Surya Satelit
Riset dan pengembangan secaar intensif dilakukan oleh berbagai lembaga, antara lain di Amerika Serikat oleh DOE (Departement Of Energy ) dan NASSA ( National Aeronautics and Space Admisnistration), yang mempelajari pembuatan sebuah PLTSS raksasa dengan daya terpasang 5.000 MW ( 5 GW ). Dalam PLTSS ini, sel-sel surya dijajarkan pada suatu tempat seluas lebih kurang 60 km2 yang akan menangkap sebanyak 800 juta kW daya surya.
Dengan efesiensi 20% maka 160 juta MW yang dapat ditransmisikan ke bumi. Dalam desain ini energy listrik diubah menjadi energy gelombang mikro, yang ditransmisikan melalui antena-antena raksasa yang mempunyai garis tengah sebesar 1 kilometer. Stasiun bumi akan mempunyai antenna penerima khusus, berbentuk elips, yang menyearahkan. Antena penerima ini dinamakan rektena ( receiving-rectufying antenna, rectenna ). Dengan area seluas lebih kurang 40 km2 stasiun bumi akan dapat mengkonversikan 5 sampai 10 MW daya listrik.
Beberapa hal yang menarik dalam desain ini :
·         Ketersediaan energy surya untuk ditransmisikan akan mendekati 100% sehingga cocok untuk memikul beban dasar listrik.
·         Satu PLTSS akan mempunyai daya terpasang sebesar 5 GW.
·         Daya guna transmisi AS-AS ( arus searah ke arus searah melalui gelombang mikro ) akan melampaui 60 %.
Energi matahari yang diterima sel-sel surya menjadi energy listrik searah. Energi listrik tiu perlu disesuaikan sebelum dimasukkan ke dalam generator gelombang gelombang mikro.
Sementara itu, NASA telah membuat sebuah proyek demonstrasi sebesar 30 kW, yang cukup berhasil. Daya guna transmisi AS-AS ( arus searah ke arus searah ) proyek percontohan ini mencapai 45%.
Di antara persoalan yang masih dihadapi PLTSS ini adalah pengaruh lingkungan disebabkan transmisi gelombang mikro, yang mungkin akan memakai frekuensi 2,45 GHz, yaitu menyangkut:
·         Interferensi pada siaran radio
·         Pemanasan setempat ionosfer ( ionosphere ) yang akan mengganggu hubungan satelit komunikasi lain yang ada
·         Pancaran gelombang mikro ini dapat mempunyai efek biologis yang kurang baik
Selain daripada itu, sinar gelombang mikro atau laser itu pada asasnya merupakan suatu pancaran energy dengan 5 MW mungkin sekali tidak akan dilewati oleh sebuah pesawat terbang, tanpa menjadi hancur lebur.[1]
Yang disebut efek fotolistrik adalah gejala yang bersangkutan denga penyinaran cahaya pada permukaan logam terhadap sifat-sifat kelistrikan logam. Ada tiga hal yang dapat kita bicarakan disini yaitu efek foto-emisi, efek fotokonduksi, dan efek fotovoltaik. Dalam penggunaannya, sel-sel surya tersebut dihubungkan satu sama lain, sejajar, dan atau dalam seri, tergantung dari apa yang diperlukan, untuk menghasilkan daya dengan kombinasi tegangan dan arus yang dikehendaki.
Untuk daya yang agak besar, gagasan ini menghadapi keterbatasan-keterbatasan, yang pada dasarnya berlandaskan intensitas energy yang terkandung dalam seminar surya yang rendah pada saat mencapai permukaan bumi, yang berjumlah sekitar 100 watt per m2.Pada efek fotolistrik ini, pengaruh cahaya terhadap sifat kelistrikan bahan bukannya disebabkan karena sifat cahaya selaku gelombang elektromagnetik semata-mata, melainkan sikap cahaya selaku pembawa energy/ tenaga.
Meskipun gelombang elektromagnetik adalah juga pembawa energy, namun dalam hal ini tidak dapat digunakan untuk menerangkan efek fotolistrik. Albert Einstein mengemukakan hipotese bahwa cahaya harus dipandang pula sebagai pancaran uni-unit tenaga atau kuantum-kuantum tenaga yang lalu disebut sebagai foton. Foton tersebut bukannya zarah dalam arti mempunyai massa, namun bersikap seperti zarah dalam hal tumbukannnya.
Cahaya yang frekuensinya v dipandang sebagai arus foton yang tenaganya adalah hv untuk setiap foton. Jadi tenaga foton hanya ditentukan oleh frekuensi cahaya yang bersangkutan, sedangkan intensitas cahaya menentukan banyaknya foton.
1.      Efek Fotoemisi
Kalau ada suatu permukaan logam dikenakan cahaya, maka foton cahaya sewakti menumbuk permukaan logam dapat mementalkan electron bebas dari permukaan logam.
Jelaslah bahwa untuk dapat melepaskan electron bebas dari permukaan logam, tenaga foton tersebutharus sekurang-kurangnya harus sama dengan fungsi kerja logam,  dan kalau tenaga foton tersebut melebihi fungsi kerja logam, maka sisa tenaga foton tersebut akan dipakai sebagai ganti energy kinetic electron yang lepas dari permukaan. Secara singkat hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
            Hv = Ø + E                                                                                                                (2.1)
Dengan E selaku tenaga kinetic electron sewaktu lepas dari permukaan logam. Persamaan 2.1 tersebut dikenal juga sebagai persamaan fotolistrik Eistein.
 Apabila di atas permukaan logam kita tempatkan keping logam yang lain yang berpotensial positif terhadap permukaan logam tersebut, maka electron-elektron yang dipancarkan itu terkumpul pada keping permukaan logam dan selanjutnya akan memberikan atus listrik.
2.      Efek Fotokonduksi
Pada efek fotokonduksi, peningkatan daya hantar semikonduktor sebagai akibat bertambah banyaknya jumlah electron yang melompat dari pita valensi ke pita konduksi adalah disebakan oleh suatu penyinaran cahaya yang berarti penyinaran font-foton; tenaga foton yang mengenai nya dipindahkan kepada electron di pita valensi untuk meloncatkan electron tersebut ke pita konduksi.
Maka agar dapat terjadi efek fotokonduksi, tenaga fotonnya sekurang-kurangnya harus sama dengan sela tenaga yaitu beda tinggi tingkat tenaga antara bagian bawah pita konduksi dan bagian atas pita valensi.
3.      Efek Fotovoltaik
Kalau pada persambungan antara bahan konduktor dan bahan semkikonduktor, ataupun antara dua bahan semikonduktor yang jenisnya berbeda, dikenakan sinar cahaya, maka akan timbul suatu e.m.f. Gejala demikian yaitu timbulnya tegangan volta yang diakibatkan oleh foton, disebut efek fotovoltaik.
Besarnya tegangan fotovoltaik ternyata sebanding dengan intensitas cahaya yang mengenai persambungan. Maka efek fotovoltaik dapat dipakai sebagai dasar pembuatan alat pengukur intensitas cahaya, misalnya dalam teknik fotografi. Ada tiga hal yang dapat kita bicarakan disini yaitu efek foto-emisi, efek fotokonduksi, dan efek fotovoltaik.
Pada efek fotolistrik ini, pengaruh cahaya terhadap sifat kelistrikan bahan bukannya disebabkan karena sifat cahaya selaku gelombang elektromagnetik semata-mata, melainkan sikap cahaya selaku pembawa energy/ tenaga.
Meskipun gelombang elektromagnetik adalah juga pembawa energy, namun dalam hal ini tidak dapat digunakan untuk menerangkan efek fotolistrik. Albert Einstein mengemukakan hipotese bahwa cahaya harus dipandang pula sebagai pancaran uni-unit tenaga atau kuantum-kuantum tenaga yang lalu disebut sebagai foton. Sel fotovoltaik yakni fotosel yang berdasarkan efek fotovoltaik sering juga disebut photronic.
1.      . Secara klasik, misalkan permukaan logam pada eksperimen adalah natrium, arus fotolistrik teramati jika energi elektromaknetik 10-6J/m2 teresam oleh permukaan. Sementara ada 1019 atom pada selapis natrium setebal satu atom dan seluas 1m2. Jika dianggap cahaya datang diserap oleh lapisan atas dari atom-atom natrium, setiap atom menerima energi rata-rata dengan laju 10-25W. Pada laju ini, natrium membtuhkan waktu 1,6x106 detik atau sekitar dua minggu untuk mengumpulkan energi sebesar 1eV, yaitu energi fotoelektron.
Sel tersebut dibuat dengan melekatkan lapisan tipis satu bahan pada bahan lain sehingga penyinaran pada persambungan dapat dilaksanakan lewat lapisan bahan yang karena tipisnya adalah transparan ( tembus cahaya).
Kalau pada perbatasan kedua semikonduktor diberikan sinar cahaya yakni yang berarti dikenai foton-foton, maka oleh tumbuhan foton dengan electron, tenaga foton ini akan dipindahkan ke semikonduktor A untuk meloncatkan electron lebih banyak dari tingkat tenaga impuritas ke pita konduksi yang kemudian menyebabkan mendifusinya electron lebih lanjut.[2]
Dioda hubungan p-n
Hubungan p-n merupakan dasar dari elektronik semikonduktor. Sifat hubungan p-n harus dimengerti dengan benar, ini penting karena merupakan kunci agar dapat memahami elektronik semikonduktor. Hubungan p-n tidak bisa dibentuk hanya dengan menghubungkan semikonduktor tipe p dan tipe n begitu saja.
Akan didapat hubungan p-n bila kita rubah sebagian dari substrat kristal menjadi tipe-n dengan menambahakan donor dan agian yang lain menjadi tipe p dengan menambahkan aseptor. Dengan kata lain harus mempunyai struktur kristal yang kontiniu. Ada beberapa cara untuk menghasilkan hubungan p-n yang mempunyai konsentrasi ketidak murnian seperti padda gambar, ini akan dibicarakan kemudian. Kita tinjau apa yang tejadi setelah hubungan p-n itu terbentuk.
Donor dan aseptor tidak dapat berpindah bebas pada temperatur normal. Menggambarkan hubungan tepat sesudah terbentuk : aseptor membentuk semikonduktor tipe-p dan donor membentuk tipe-n yang disertai dengan jumlah hole elektron yang sama, dan kedua daerah itu sifat listriknya netral. Hole dan elektron itu merupakan pemmbawa bebas yang dapat dinaikkan tingkatannya ke jalur konduksi dan juga dapatt dalam jalur valensi.
Pembawa-pembawa ini berdifusi ke daerah yang mempunyai konsentrasi rendah dan berekombinasi satu sama lain. Misalnya karena hole dalam tipe-p lebih tinggi konsentrasinya daripada hole tipe-n, mereka berdifusi dari daerah tipe-p ke tipe-n. Proses yang sama terjadi pada elektron. Tetapi proses ini tidak terjadi terus menerus. Ambillah misalnya pada hole. Bila ia meninggalkan daerah tipe-p dan hilang ke dalam daerah tipe-n karena berekomendasi, sebuah aseptor akan diionisasikan menjadi neggatif dalam daerah tipe-p itu, yang membentuk muatan ruang negatif.
Hal yang sama terjadi pula pada elektron yang meninggalkan muatan ruang positif pada daerah tipe-n, ini membangkitkan medan listrik yang muali dari ruang bermuatan positif, berakhir pada ruang bermuatan negatif. Medan listrik ini mmenghambat hole untuk berdifusi di daerah tipe-p ke tipe-n, juga demikian pada elektron terhambat berdifusi dari tipe-n ke tipe-p. Seperti diperlihatkan pada, medan listrik bertambah kuat bila lebih banyak pembawa berdifusi dan berekomendasi. Akhirnya aliran pembawa berhenti setelah terdapat keseimbangan antara difusi dan hanyutan dari pembawa-pembawa yang disebabkan oleh medan listrik yang berlawanan arahnya.keadaan itu disebut dengan seimbang.[3]
Efek fotolistrik
Pada tahun 1887 Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat katoda dengan aneka cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektrn dipancarkan dari pelat katoda. Eksperimen yang dikenal sebagai efek fotolistrik ini dapat digambarkan.
Dalam ekperimen ini intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial antara kedua pelat diubah-ubah. Secara klasik, sebenarnya peristiwa terpancarnya elektron dari permukaan logam yang disinari merupakan hal atau fenomena yang wajar. Hasil pengamatan yang tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan oleh pemahaman klasik adalah
2.      Distribusi energi elektron terpancar (fotoelektron) tidak tergantung dari intensitas cahaya. Berkas cahaya yang kuat hanya menghasilkan fotoelektron atau elektron terpancar lebih banyak tetapi energi fotoelektron rata-rata sama saja dibanding fotoelektron oleh berkas cahaya bberintensitas lebih lemah dan frekuuensi sama.
3.      Tidak ada keterlambatan waktu antara datangnya cahaya pada permukaan logam dan terpancarnya elektron. Secara klasik, misalkan permukaan logam pada eksperimen adalah natrium, arus fotolistrik teramati jika energi elektromaknetik 10-6J/m2 teresam oleh permukaan. Sementara ada 1019 atom pada selapis natrium setebal satu atom dan seluas 1m2. Jika dianggap cahaya datang diserap oleh lapisan atas dari atom-atom natrium, setiap atom menerima energi rata-rata dengan laju 10-25W. Pada laju ini, natrium membtuhkan waktu 1,6x106 detik atau sekitar dua minggu untuk mengumpulkan energi sebesar 1eV, yaitu energi fotoelektron.
4.      Energi fotoelektron tergantung pada frekwensi cahaya yang digunakan dan dibawah frekwensi tertentu tidak ada elektron dipancarkan walau intensitas diperbesar. Energi kinetik elektron,, energi cahaya, dan energi minimum dari cahaya yang diperbolehkan memenuhi hubungan :
Ek = E – Ф0                                                                                                                 (2.2)
Jelas, jika energi cahaya E kurang dari energi minimum Ф0  tidak ada elektron terpencar. Pada tahun 1905, Einstein mengemukakan penjelasan berupa kebergantungan fotoelektron padda frekuensi radiasi. Menurutnya radiasi yang sampai pada permukaan menjadi sebungkus(budle) energi yang terlokasi E = hv sebagaimana digagas Max Planck dan merambat dengan laju cahaya. Sebungkus atau paket cahaya ini kemudian disebut sebagai foton. Jika foton sampai pada permukaan logam, maka
1.      Foton dapat dipantulkan (sesuai hukum optik).
2.      Foton dapat lenyap dan menyerahkan seluruh energinya untuk melempar elektron.
Dengan demikian, persamaan (2.2) menjadi :
Ek = hv - Ф0                                                                                                                       (2.3)
Energi minimum Ф0 = eV0 disebut fungsi kerja (work function) dari logam. Dari persamaan (2.2) diperoleh frekuensi radiasi minimum untuk melempar elektron, yaitu :
V0 = Ф0 / h                                                                                                                 (2.4)
Sehingga,
Ek = h ( v – v0 )                                                                                                            (2.5)
Singkat kata, penjelasan kuanta energi radiasi atau energi terbungkus dalam satu paket mampu menjelaskan fenomena terpancarnya elektron dari pelat katoda setelah disinari cahaya dengan frekuensi tertentu.[4]
SEL SURYA
Photo-voltaic terdiri dari photo dan voltaic. Photo berasal dari kata Yunani phos yang berarti cahaya. Sedangkan voltaic diambil dari nama Alessandro Volta (1745 - 1827), seorang pelopor dalam pengkajian mengenai listrik. Sehingga photo-voltaic dapat berarti listrik-cahaya. Belakangan ini, photo-voltaic lebih sering disebut solar cell atau sel surya, karena cahaya yang dijadikan energi listrik adalah sinar matahari.
Sel surya merupakan sebuah piranti yang mampu mengubah secara langsung energi cahaya menjadi energi listrik. Proses pengubahan energi ini terjadi melalui efek fotolistrik. Efek fotolistrik adalah peristiwa terpentalnya sejumlah elektron pada permukaan sebuah logam ketika disinari seberkas cahaya.
Gejala efek fotolistrik dapat diterangkan melalui teori kuantum Einstein. Menurut teori kuantum Einstein, cahaya dipandang sebagai sebuah paket energi (foton) yang besar energinya bergantung pada frekuensi cahaya. Pada sel surya energi foton akan diserap oleh elektron sehingga elektron akan terpental keluar menghasilkan arus dan tegangan listrik.
Pada tahun 1927 metalÐ lain semikonduktor -junction solar cell, dalam hal  ini terbuat dari tembaga dan semikonduktor oksidatembaga, telah ditunjukkan. Pada tahun 1930-anbaiksel selenium dan tembaga oksida sel sedang bekerja di perangkat yang sensitive terhadap cahaya, seperti fotometer, untuk digunakan dalam fotografi. Sel-sel surya awal, bagaimanapun, masih memiliki efisiensi konversi energy kurang dari 1 persen. Sel surya merupakan salah satu produk teknologi fotovoltaik yang dikembangkan pada bahan semikonduktor (silikon multikristal, monokristal dan amorf) yang mampu menyerang Kebuntuan ini akhirnya diatasi dengan pengembangan sel surya silicon oleh Russell Oh  pada tahun 1941. Pada tahun 1954, tiga peneliti Amerika lainnya, GL Pearson, Daryl Chapin, dan Calvin Fuller, menunjukkan sel  surya silicon mamp efisiensi 6-persen konversi energy bila digunakan di bawah sinar matahari langsung. Padatahun 1980-an sel-selsilikon, serta yang terbuatdari gallium arsenide, dengan efisiensi lebih dari 20 persen telah dibuat.Pada tahun 1989 konsentrator sel surya, jenis perangkat di mana sinar matahari terkonsentrasi pada permukaan sel dengan cara lensa, mencapai efisiensi 37 persen karena peningkatan intensitas energi yang dikumpulkan. Secara umum,  sel surya secara luas berbagai efisiensi dan biaya sekarang tersedia.
sebuah silikon murni yang diberi pengotoran bervalensi 5 (kelebihan sebuah elektron) juga menghasilkan silikon tipe-n. Sambungan kedua jenis silikon ini akan membentuk persambungan (junction) PN. Pada batas sambungan akan timbul sebuah celah energi atau energy gap (Eg) yang membatasi pita valensi dengan pita konduksi
Arus (I) dan tegangan (V) yang dihasilkan ketika sel memperoleh penyinaran merupakan karakteristik setiap sel surya. Karakteristik ini selalu disajikan dalam bentuk kurva hubungan I dan V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik sel surya dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu permukaan sel.
Photo-voltaic terdiri dari photo dan voltaic. Photo berasal dari kata Yunani phos yang berarti cahaya. Sedangkan voltaic diambil dari nama Alessandro Volta (1745 - 1827), seorang pelopor dalam pengkajian mengenai listrik. Sehingga photo-voltaic dapat berarti listrik-cahaya. Belakangan ini, photo-voltaic lebih sering disebut solar cell atau sel surya, karena cahaya yang dijadikan energi listrik adalah sinar matahari.
Sel surya merupakan salah satu produk teknologi fotovoltaik yang dikembangkan pada bahan semikonduktor (silikon multikristal, monokristal dan amorf) yang mampu menyerang gelombang elektromagnetik dan konversi energi cahaya (photon) menjadi energi listrik secara langsung. Prinsip dasar sel surya merupakan kebalikan dari LED (Light Emmiting Diode) yang mengubah energi listrik menjadi cahaya atau boleh dikatakan identik dengan sebuah dioda cahaya (photodioda)  
Pada umumnya sel surya terbuat dari bahan semikontor. Salah satu bahan sel surya adalah kristal silikon (c-Si). Bahan ini merupakan silikon murni (elektron valensi 4) yang diberi pengotoran (impuriti) bervalensi 3 sehingga menjadi silikon tak murni (kekurangan sebuah elektron). Silikon jenis ini kemudian diberi nama silikon tipe-p.
sebuah silikon murni yang diberi pengotoran bervalensi 5 (kelebihan sebuah elektron) juga menghasilkan silikon tipe-n. Sambungan kedua jenis silikon ini akan membentuk persambungan (junction) PN. Pada batas sambungan akan timbul sebuah celah energi atau energy gap (Eg) yang membatasi pita valensi dengan pita konduksi.
Pada semikonduktor c-Si, energi-gapnya sebesar 1,11 eV, artinya bila elektron pada pita valensi Si memperoleh energi foton yang lebih besar dari 1,11 eV maka elektron tersebut akan mampu melewati celah energi dan berpindah menuju pita konduksi (Beaser, 1992). Perpindahan elektron-elektron ini menyebabkan terjadinya aliran elektron pada pita konduksi hingga terjadilah aliran arus listrik.
sebuah silikon murni yang diberi pengotoran bervalensi 5 (kelebihan sebuah elektron) juga menghasilkan silikon tipe-n. Sambungan kedua jenis silikon ini akan membentuk persambungan (junction) PN. Pada batas sambungan akan timbul sebuah celah energi atau energy gap (Eg) yang membatasi pita valensi dengan pita konduksi
Deskripsi matematis yang merupakan syarat agar elektron berpindah dari pita valensi ke pita energi dinyatakan dalam bentuk
E = h>                                                                                                                                        (2.6)
dengan h dan u masing-masing adalah konstanta Planck ( 6,63´ 10- 34 Js) dan frekuensi cahaya yang jatuh pada permukaan sel surya. Frekuensi ini dapat dinyatakan sebagai hubungan

untuk c dan l masing-masing menyatakan laju dan panjang-gelombang cahaya. Perpindahan elektron-elektron dari pita valensi ke pita konduksi menimbulkan dua macam gerak pembawa muatan, yaitu gerak elektron-elektron pada pita konduksi dan gerak hole (lubang) pada pita valensi dengan arah gerak kedua pembawa muatan tersebut saling berlawanan. Total gerak pembawa muatan tersebut menimbulkan arus listrik pada rangkaian luar yang secara sederhana dilukiskan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Proses pembangkitan arus listrik pada sel surya

Arus keluaran (I) serta tegangan (V) yang dihasilkan ketika sel memperoleh penyinaran merupakan karakteristik setiap sel surya. Karakteristik ini selalu disajikan dalam bentuk kurva hubungan I dan V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisrik sel surya dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu permukaan sel.
Kurva I-V yang merupakan karakteritik tersebut tersaji dalam Gambar 2.2
Gambar 2.2. Pengaruh intensitas cahaya terhadap karakteristik arus-tegangan sel surya
Dari gambar 2.2 terlihat bahwa arus keluaran (I) berbanding lurus dengan intensitas cahaya, sedangkan tegangan (V) berubah secara logaritmik. ISC menyatakan arus hubung singkat dan VOC menyatakan tegangan listrik rangkaian terbuka. Arus dan tegangan maksimun terjadi pada saat sel surya menghasilkan daya ( jumlah watt ) maksimum.[5]
Solar Cell adalah salah satu jenis sensor cahaya photovoltaic, yaitu sensor yang dapat mengubah intensitas cahaya menjadi perubahan tegangan pada outputnya. Apabila “solar cell” menerima pancaran cahaya maka pada kedua terminal outputnya akan keluar tegangan DC sebesar 0,5 volt hingga 0,5 volt. Dalam aplikasinya solar cell lebih sering digunakan sebagai pembangkit listrik DC tenaga surya (matahari).
 Dalam skala kecil solar cell sering kita jumpai sebagai sumber tegangan DC pada peralatan elektronika seperti kalkulator atau jam. Prinsip Kerja Solar Cell Efek sel photovoltaik terjadi akibat lepasnya elektron yang disebabkan adanya cahaya yang mengenai logam.
Logam-logam yang tergolong golongan 1 pada sistem periodik unsur-unsur seperti Lithium, Natrium, Kalium, dan Cessium sangat mudah melepaskan elektron valensinya. Selain karena reaksi redoks, elektron valensilogamlogam tersebut juga mudah lepas olehadanya cahaya yang mengenai permukaan logam tersebut.
Diantara logam-logam diatas Cessium adalah logam yang paling mudah melepaskan elektronnya, sehingga lazim digunakan sebagai foto detektor.
Proses Pembangkitan Tegangan Pada Solar Cell Solar Cell,harga Solar Cell,teori Solar Cell,prinsip kerja Solar Cell,definisi Solar Cell,pengertian Solar Cell,menggunakan Solar Cell,aplikasi Solar Cell,manfaat Solar Cell,karakteristikSolar Cell,jual Solar Cell,modul Solar Cell,tegangan output Solar Cell,rangkaian Solar Cell,pembangkit listrik,sumber tegangan Solar Cell,bahan Solar Cell,sistem kerja Solar Cell,kegunaan Solar Cell,harga beli Solar Cell,daya output Solar Cell,keluaran Solar Cell,sensitivitas Solar Cell Tegangan yang dihasilan oleh sensor foto voltaik adalah sebanding dengan frekuensi gelombang cahaya (sesuai konstanta Plank E = h.f).
 Semakin kearah warna cahaya biru, makin tinggi tegangan yang dihasilkan. Tingginya intensitas listrik akan berpengaruh terhadap arus listrik. Bila foto voltaik diberi beban maka arus listrik dapat dihasilkan adalah tergantung dari intensitas cahaya yang mengenai permukaan semikonduktor.
SEMIKONDUKTOR TIPE-P DAN TIPE-N
Ketika suatu kristal silikon di-doping dengan unsur golongan kelima, misalnya arsen, maka atom-atom arsen itu akan menempati ruang diantara atom-atom silikon yang mengakibatkan munculnya elektron bebas pada material campuran tersebut. Elektron bebas tersebut berasal dari kelebihan elektron yang dimiliki oleh arsen terhadap lingkungan sekitarnya,
Dalam hal ini adalah silikon. Semikonduktor jenis ini kemudian diberi nama semikonduktor tipe-n. Hal yang sebaliknya terjadi jika kristal silikon di-doping oleh unsur golongan ketiga, misalnya boron, maka kurangnya elektron valensi boron dibandingkan dengan silikon mengakibatkan munculnya holeyang bermuatan positif pada semikonduktor tersebut. [6]


BAB 3


METODOLOGI PERCOBAAN


3.1. PERALATAN DAN FUNGSI
1.      Lampu pijar 200 watt
Fungsi : sebagai sumber energi surya.
2.      Motor unit
Fungsi : untuk mengubah energi listrik (DC) menjadi energi mekanik
3.      Penggaris 50 cm
Fungsi : untuk mengukur jarak antara lampu dengan solar sel.
4.      Multimeter digital 2 buah
Fungsi : untuk mengukur tegangan dan arus.
5.      Pipa paralon
Fungsi : untuk memfokuskan cahaya.
6.      Statif
Fungsi : untuk menyangga lampu pijar dan pipa paralon.
7.      Solar cell
Fungsi : untuk mengubah energi surya menjadi energi listrik.
8.      Wayar
Fungsi : untuk menghubungkan peralatan satu dengan yang lainnya.
9.      Cok sambung
Fungsi : untuk menyambungkan rangkaian alat ke sumber tegangan.
10.  Kacamata hitam
Fungsi : untuk melindungi mata dari sinar lampu pijar.
11.  Serbet
Fungsi : untuk menahan panas saat memegang pipa paralon
12.  Penjepit buaya
Fungsi : untuk menjepit solar sel agar tersambung dengan rangkaian.
13.  Stopwatch
Fungsi : untuk mengukur waktu lamanya proses penyinaran solar sel.

3.2. BAHAN DAN KOMPONEN
       -
3.3. PROSEDUR
A. DENGAN PIPA PARALON
1.      Dipersiapkan peralatan.
2.      Dihibungkan kutub positif ( + ) solar sel ke kutub positif ( + ) ammeter.
3.      Dihibungkan kutub negatif ( - ) ammeter ke salah satu kutub motor unit.
4.      Dihibungkan kutub positif ( + ) solar sel ke kutub positif ( + ) voltmeter.
5.      Dihibungkan kutub negatif ( - ) voltmeter ke kutub negatif  ( - ) solar sel.
6.      Dihibungkan kutub negatif ( - ) solar sel ke salah satu kutub motor unit.
7.      Setelah rangkaian selesai di rangkai, dililitkan wayar lampu pijar ke statif dan diukur jarak lampu ke surya sel dengan jarak 5 cm.
8.      Dimasukkan lampu pijar ke dalam pipa paralon dan digantungkan pada statif.
9.      Dihidupkan lampu pijar bersamaan dengan dihidupkan stopwatch.
10.  Diukur tegangan dan arus pada setiap jarak setelah 1 menit.
11.  Dicatat hasilnya.
12.  Diulangi percobaan yang sama dengan untuk jarak lampu ke solar sel sejauh 10 cm, 15 cm, dan 20 cm.

B. TANPA PIPA PARALON
1.      Dipersiapkan peralatan.
2.      Dihibungkan kutub positif ( + ) solar sel ke kutub positif ( + ) ammeter.
3.      Dihibungkan kutub negatif ( - ) ammeter ke salah satu kutub motor unit.
4.      Dihibungkan kutub positif ( + ) solar sel ke kutub positif ( + ) voltmeter.
5.      Dihibungkan kutub negatif ( - ) voltmeter ke kutub negatif  ( - ) solar sel.
6.      Dihibungkan kutub negatif ( - ) solar sel ke salah satu kutub motor unit.
7.      Setelah rangkaian selesai di rangkai, dililitkan wayar lampu pijar ke statif dan diukur jarak lampu ke surya sel dengan jarak 5 cm.
8.      Dihidupkan lampu pijar bersamaan dengan menghidupkan stopwatch.
9.      Diukur tegangan dan arus pada setiap jarak setelah 1 menit.
10.  Dimatikan lampu pijar.
11.  Dicatat hasilnya.
12.  Diulangi percobaan yang sama dengan untuk jarak lampu ke solar sel sejauh 10 cm, 15 cm, dan 20 cm. 





BAB 5


KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. KESIMPULAN
1.    Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa jarak sumber cahaya terhadap tegangan dan arus yang dihasilkan tentu sangat berhubungan. Hubungan ini merupakan hubungan yang berbanding terbalik. Artinya, semakin kecil jarak sumber cahaya (bola lampu pijar) ke solar cell, maka akan menghasilkan tegangan dan arus yang semakin besar. Sebaliknya, apabila jarak sumber cahaya kita perbesar, maka tegangan dan arus yang dihasilkan akan semakin kecil.
2.    Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa prinsip kerja dari solar cell sebagai penggerak motor adalah sebagai berikut, solar cell menerima cahaya yang datang dari lampu pijar, kemudian terjadi perubahan energi di dalam solar cell, yang kemudian mengubah energi cahaya yang diterimanya menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan ini kemudian menggerakkan motor unit sehingga tegangan dan arus yang dihasilkan dapat dideteksi dari pergerakan motor unit tersebut.
3.    Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa Solar cell memiliki berbagai aplikasi dan pemanfaatan dalam banyak aspek kehidupan manusia. Beberapa contoh di antaranya adalah menjadikan panel surya (solar cell) sebagai sumber untuk pembangkit listrik rumah tangga ataupun perusahaan. Selain bisa menghemat biaya listrik, sekaligus membantu melestarikan lingkungan. Aplikasi lainnya adalah sepeda tenaga surya, kalkulator tenaga surya, solar car fan(kipas angin mobil tenaga surya), solar public phone (telepon umum tenaga surya) dan banyak aplikasi lainnya.
4.    Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa Intensitas cahaya yang diberikan dan daya listrik yang dihasilkan tentu sangat berhubungan. Hubungan ini merupakan hubungan yang berbanding lurus. Artinya, semakin kecil intensitas cahaya yang diberikan ke solar cell, maka akan menghasilkan daya  yang semakin kecil pula. Sebaliknya, apabila intensitas cahaya kita perbesar, maka daya yang dihasilkan juga akan semakin besar.

5.2. SARAN
1.    Agar praktikan selanjutnya sebaiknya lebih teliti saat mengukur jarak lampu pijar dengan solar sel.
2.    Agar praktikan selanjutnya dapat merangkai rangkaian dengan melihat skema rangkaian.
3.    Agar praktikan selanjutnya sebaiknya memakai kacamata hitam saat percobaan tanpa pipa paralon.


DAFTAR PUSTAKA

Diakses tanggal 13 November 2013
[6] Elektronika, dasar.2012.Solar sell, ( http://elektronika-dasar.web.id/komponen/sensor-tranducer/solar-cell/ Solar Cell Monday, September 3rd 2012. | Sensor / Tranducer)
Diakses tanggal 16 November 2013
[1] Kadir, Abdul.1995.ENERGI SUMBER DAYA, INOVASI, TENAGA LISTRIK DANPOTENSI EKONOMI.Edisi kedua. UI-Perss: Jakarta.
Hal : 396-373
[4] Purwanto, Agus. FISIKA KUANTUM.2006. Pernerbit Gava Media : Jogjakarta.
Hal 12-15
[3] Rio,Reka.2006.FISIKA DAN TEKNOLOGO SEMIKONDUKTOR. Pradnya Paramita : Jakarta.
Hal.58-59
[2] Soedojo, Peter.1998.AZAS-AZAS ILMU FISIKA. Jilid dua.Gajah Mada: Yogyaarta.
Hal 259-263




















                                                                                                            Medan 7 desember 2013
Asisten,                                                                                               Praktikan,



(Theresya Simanjuntak)                                                                      (Rinto Pangaribuan)





No comments:

Post a Comment

Total Pageviews