Apakah penyebaran agama Islam di Indonesia hanya melalui hubungan dagang
saja? Tidak. Ada beberapa macam cara lain yang digunakan. Berikut akan
saya coba bahas satu persatu :
1. Melalui perdagangan
Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di Malaka (lihat artikel Cara penyebaran agama Islam di Malaka)
dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang
baik untuk kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau pergaualan
antara para pedagang tersebut dengan raja-raja, para bangsawan dan
masyarakat setempat. Kesempatan ini digunakan oleh para pedagang untuk
menyebarkan agama Islam.
2. Melalui perkawinan
Di antara para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia. Hingga sekarang di beberapa kota di Indonesia terdapat kampung Pekojan. Kampung tersebut dahulu merupakan tempat tinggal para pedagang Gujarat. Koja artinya pedagang Gujarat.
Sebagian dari para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia.
Terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka
banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian diikuti oleh
rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
3. Melalui pendidikan
Para ulama atau mubaliq mendirikan pondok-pondok pesantern di beberapa
tempat di Indonesia. Di situlah para pemuda dari berbagai daerah dan
berbagai kalangan masyarakat menerima pendidikan agama Islam. Setelah
tamat mereka pun menjadi mubaliq dan mendirikan pondok pesantern di
daerah masing-masing.
4. Melalui dakwah di kalangan masyarakat
Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri terdapat juru-juru dakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, antara lain :
- Dato'ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa (Sulawesi Selatan).
- Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai (Kalimantan Timur).
- Seorang penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar (Kalimantan Selatan).
- Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa. Wali yang terkenal ada 9 wali, yaitu :
- Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
- Sunan Ampel (Raden Rahmat)
- Sunan Bonang (Makdum Ibrahim)
- Sunan Giri (Raden Paku)
- Sunan Derajat (Syarifuddin)
- Sunan Kalijaga (Jaka Sahid)
- Sunan Kudus (Jafar Sodiq)
- Sunan Muria (Raden Umar Said)
- Sunan Gunung Jati (Faletehan)
Para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik.
Mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai :
- penyebar agama Islam
- pendukung kerajaan-kerajaan Islam
- penasihat raja-raja Islam
- pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam.
Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
5. Menggunakan kesenian yang disesuaikan dengan keadaan
Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu masih berakar
kuat. Para penyebar agama Islam tidak mengubah kesenian tersebut. Bahkan
menggunakan seni budaya Hindu sebagai sarana menyebarkan agama Islam.
Seni dan budaya yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Seni wayang kulit
Cerita wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana.
Perubahan diadakan, tetapi sedikit sekali. Misalnya, perubahan
nama-nama tokoh-tokoh pahlawan Islam. Sunan Kalijaga adalah seorang wali
yang sangat mahir mempertunjukkan kesenian wayang kulit.
2. Seni tari dan musik gamelan
Pada upacara-upacara keagamaan dipertunjukkan tari-tarian tradisional.
Tarian itu diiringi musik atau gamelan Jawa. Misalnya gamelan Sekaten
pada waktu upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
3. Seni bangunan
Coba anda amati wujud desain masjid-masjid kuno yang ada di tanah air
ini. Misalnya, menara masjid kuno di Kudus, masjid kuno di dekat tuban,
gapuranya mirip Candi Bentar, Masjid Sunan Kalijaga di Demak yang
atapnya bertingkat-tingkat mirip pura Hindu.
Masjid-masjid tersebut adalah bangunan Islam, tetapi dibangun mirip
bangunan Hindu. Memang para penyebar agama Islam berudaha menyesuaikan
bangunan-bangunan Islam dengan bangunan Hindu. Apakah tujuannya? Agar
rakyat tidak mengalami perubahan secara mendadak. Bila seorang beragama
Hindu masuk Islam dan bersembahyang di masjid, merasa seolah-olah masuk
ke sebuah pura.
4. Seni hias dan seni ukir
Kecuali bentuknya mirip candi, masjid-masjid kuno pun dihias dengan ukir-ukiran yang mirip ukir-ukiran khas Hindu.
5. Seni sastra
Kitab-kitab ajaran Islam diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa
Melayu. Dengan demikian, isinya mudah dipahami oleh rakyat.
No comments:
Post a Comment