f = E / h (1) dan λ = h / p (2)
dengan p
merupakan momentum dan E merupakan energi elektron. Persamaan (1) diatas
sama seperti persamaan Planck-Einstein untuk energi foton. Persamaan
(2) juga berlaku untuk foton, sebagaimana yang dilihat dari:
λ = c / f = (hc) / (hf) = (hc) / E
Karena momentum foton dihubungkan dengan energinya oleh E = pc, kita peroleh:
λ = (hc) / pc = h / p
Persamaan de Broglie
dianggap berlaku untuk seluruh materi. Akan tetapi, untuk benda-benda
makroskopik, panjang gelombang yang dihitung dari persamaan (2) demikian
kecilnya sehingga tidak mungkin untuk mengamati sifat interferensi dan
difraksi gelombang yang lazim. Sekalipun partikel sekecil 1 μg terlalu
massif agar karakteristik gelombang teramati. Namun, keadaan ini berbeda
untuk elektron berenergi rendah. Perhatikan elektron yang berenergi
kinetik K. Jika elektron ini tak relativistik, momentumnya diperoleh
dari:
K = p² / 2 m, atau p = √2mK
Dengan demikian panjang gelombangnya menjadi:
λ = h / p = h / √2mK = hc / √2mc²K
Dengan menggunakan hc = 1240 eV.nm dan mc² = 0,511 MeV, kita akan peroleh:
λ = 1,226 / √K nm, K dalam elektron volt (3)
Dari persamaan (3) di atas, kita lihat bahwa dengan enegi dalam orde 10 eV memiliki panjang gelombang de Broglie
berorde nanometer. Ini merupakan orde besaran ukuran atom dan
jarak-pisah atom dalam kristal. Dengan demikian, apabila elektron dengan
energi berorde 10 eV datang pada suatu kristal, elektron ini akan
dipancarkan dengan cara hampir sama dengan sinar X dengan panjang
gelombang yang sama.
Pengujian penting yang menentukan keberdaan sifat gelombang elektron ini ialah pengamatan difraksi dan interferensi gelombang elektron. Ini dilakukan secara tak sengaja pada tahun 1927 oleh C. J. Davisson dan L. H. Germer
sewaktu mereka sedang mengkaji elektron yang memancar dari sasaran
nikel di Bell Telephone Laboratories. Setelah memanaskan sasaran untuk
membuang lapisan oksida yang telah menumpuk selama kebocoran dalam
sistem vakumnya. Davisson dan Gerner menemukan bahwa intensitas elektron
yang dihamburkan sebagai fungsi sudut hamburan menunjukkan maksima dan
minima. Sasaran mereka telah terkristalkan, dan secara tak sengaja
mengamati adanya difraksi elektron. Mereka kemudian menyiapkan sasaran
yang terdiri dari atas kristal tunggal nikel dan menyelidiki fenomena
ini berkali-kali. Pada tahun yang sama G. P. Thomson (putra J. J. Thomson)
juga mengamati difraksi elektron dalam menghantarkan elektron melalui
lembaran tipis logam. Lembaran tipis logam terdiri atas kristal kecil
yang diorientasikan secara acak. Pola difraksi yang terjadi dari lembar
tipis menghasilkan lingkaran yang konsentris. Sejak Thomson melakukan
percobaannya, difraksi telah teramati untuk neutron, proton, dan
partikel lainnya.
Tidak lama setelah sifat gelombang
elektron berhasil diperagakan melalui eksperimen, disarankan bahwa
elektron dibandingkan dengan cahaya mungkin dapat digunakan untuk
melihat benda kecil. Sekarang mikroskop elektron merupakan satu alat
penelitian yang sangat penting. Alat ini bekerja dengan cara berkas
elektron dibuat sejajar dan difokuskan oleh magnet yang didesain khusus
berfungsi sebagai lensa. Energi elektron biasanya 100 keV, yang
menghasilkan panjang gelombang kira-kira 0,004 nm. Spesimen sasaran
sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau
dihamburkan terlalu banyak. Bayangan akhir diproyeksikan ke dalam layar
pendar atau film. Berbagai distorsi yang terjadi akibat masalah
pemfokusan dengan lensa magnetik membatasi resolusi hingga sepersepuluh
nm, yang kira-kira seribu kali lebih baik daripada yang dapat dicapai
dengan cahaya tampak.
No comments:
Post a Comment