Pencemaran lingkungan yang terjadi pada saat ini sudah memasuki kondisi yang mengkhawatirkan. Untuk membahas masalah ini kita tidak perlu melihat terlalu jauh proses pencemaran lingkungan oleh gas-gas yang lain, kita lihat saja proses peningkatan kadar gas CO2 di atmosfir. Gas CO2 merupakan gas inert yang tidak berpengaruh terhadap mahkluk hidup bahkan gas ini sangat dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan dalam jumlah yang cukup untuk proses fotosintesa, manusia juga memerlukan sejumlah kecil lapisan gas CO2 di lapisan atmosfir untuk menjaga agar suhu lingkungan di malam hari tidak terlalu dingin, karena lapisan gas CO2 di atmosfir berfungsi sebagai selimut raksasa yang menjaga agar temperatur bumi di malam hari tidak terlalu dingin. Namun dengan meningkatnya kadar gas CO2 di atmosfir akan menimbulkan masalah baru yaitu global warming (pemanasan global). Proses ini timbul karena dengan bertambahnya ketebalan lapisan gas CO2 di atmosfir menyebabkan proses pelepasan panas dari permukaan bumi ke angkasa menjadi terhambat sehingga akumulasi panas di permukaan bumi semakin meningkat. Pada grafik berikut ini kita dapat melihat peningkatan suhu permukaan bumi.
Gambar 1 peningkatan suhu permukaan bumi sejak tahun 1860 hingga tahun 2000 (sumber : www.rovicky.wordpress.com)
Dari gambar 1 terlihat proses peningkatkan suhu temperatur yang
sangat mengkhawatirkan. Sejak tahun 1940 hingga tahun 2000 suhu
permukaan bumi telah meningkat sebesar 4 derajat Celsius dengan trend
kenaikan yang hampir linier. Dengan kondisi yang demikian, dan tanpa
adanya usaha untuk memperbaikinya, dapat kita bayangkan berapa suhu
permukaan bumi diakhir tahun 2050.Kenaikkan kadar CO2 di atsmosfir terbanyak disumbangkan oleh proses pembakaran bahan bakar fosil. Pada gambar berikut ini dapat dilihat hubungan antara kenaikan konsentrasi CO2 di atmosfir dengan produksi minyak bumi.
Gambar 2 hubungan antara kenaikan produksi CO2 dengan kenaikan produksi minyak bumi (sumber : www.rovicky.wordpress.com)
Dari grafik terlihat kenaikan
konsentrasi gas CO2 di atsmosfir berbanding lurus dengan kenaikan
produksi minyak bumi, hal ini baru diukur dari produksi minyak bumi
saja, belum termasuk batubara dan gas alam yang juga sumber gas CO2 pada
proses pembakarannya. Untuk mencegah peningkatan kadar gas CO2 di
atmosfir, sudah saatnya manusia beralih menggunakan sumber-sumber energi
lain yang lebih ramah lingkungan, murah dan dapat menghasilkan energi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Sumber energi dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu sumber energi yang tidak dapat diperbaharui (non renewable energy), sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) dan sumber energy yang tidak akan habis (non volatile energy).Sumber energi yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, gas alam dan batubara, sebenarnya juga terbentuk kembali di alam bila kondisinya memungkinkan dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Karena proses pemanfaatannya jauh lebih cepat dari pada proses pembentukannya, maka sumber energi ini disebut sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Dapat kita bayangkan untuk membentuk minyak bumi dari sisa mahkluk hidup membutuhkan waktu jutaan tahun, sedangkan proses pemanfaatan minyak bumi sebagai bahan bakar utama mulai berlangsung sejak revolusi industri yaitu setelah ditemukannya mesin uap (kurang lebih tahun 1800) dan hingga kini dalam waktu kurang dari 3 abad persediaannya di alam mulai menipis.
Sumber energi yang dapat diperbaharui adalah sumber energi yang dapat dibentuk kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama, contohnya biofuel. Biofuel adalah bahan bakar yang disintesis dari mahkluk hidup baik tumbuhan maupun hewan. Bagian yang dapat digunakan sebagai bahan bakar adalah lemak atau lebih dikenal dengan minyak. Lemak ini melalui proses kimiawi dapat diubah menjadi bahan bakar yaitu etil esther dan metil esther. Pada saat ini bahan bakar ini sedang banyak dikembangkan, karena untuk masa depan, bahan bakar ini dapat digunakan untuk menggantikan pemakaian minyak bumi sebagai bahan bakar terutama untuk kendaraan. Namun pengembangan bahan bakar biofuel ini tidak menjawab permasalahan tentang peningkatan kadar gas CO 2 di atmosfir, karena pada proses konversinya, bahan bakar biofuel ini tetap dibakar dan menghasilkan gas CO 2 .
Sumber energi yang ketiga adalah sumber energi yang tidak dapat habis. Sumber energi yang terbesar yang tidak dapat habis adalah matahari yang menjadi sumber energi utama mahkluk hidup. Selain matahari sumber energi yang berasal dari kekuatan alam seperti energi angin, energi ombak, energi panas bumi, energi air dan sebagainya digolongkan sebagai sumber energi yang tidak dapat habis.
Sumber energi ini tersedia melimpah dan gratis, hanya saja konsentrasinya di alam tersebar sehingga dibutuhkan alat atau wadah yang lebih luas untuk mengumpulkannya supaya energi ini menjadi cukup besar dan bermanfaat. Oleh sebab itu mesin-mesin konversi energi yang dibuat oleh manusia untuk memanfaatkan energi-energi yang tidak dapat habis ini umumnya harus berukuran besar supaya energi yang terkumpul menjadi berguna. Akibatnya harga yang harus dikeluarkan untuk inventasi awal menjadi cukup tinggi.
Berikut ini contoh beberapa instalasi yang telah dibuat oleh manusia untuk mengubah energi-energi alam menjadi energi listrik.
Gambar 3 ladang energi angin(sumber: hehehehe sy lupa,..mohon ijin bagi yg memiliki gambar ini)
Pada gambar 3 terlihat ladang energi angin yang
dibangun untuk mengumpulkan energi angin yang tersebar dan mengubahnya
menjadi energi listrik. Proyek ini membutuhkan investasi awal yang
sangat mahal. Kelemahan lainnnya, ladang kincir angin ini akan
menghasilkan suara bising (noise) yang cukup besar sehingga
tidak dapat dibangun di dekat permukiman penduduk. Keuntungannya sudah
jelas yaitu listrik yang dihasilkan tidak membutuhkan biaya produksi
yang tinggi.
Penerapan proses konversi energi angin di Indonesia kurang tepat karena:1. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa sehingga kecepatan anginnya kurang dan sering berubah-ubah arah. Hal ini dapat diatasi dengan mendesain tipe kincir angin vertikal yang tidak tergantung kepada arah angin dan dapat beroperasi pada kecepatan angin yang rendah. Khusus untuk DKI Jakarta, pola arah angin terhalang oleh gedung-gedung bertingkat, namun potensi energi angin di atas gedung bertingkat cukup besar.
2. Tidak dapat diterapkan di daerah permukiman penduduk atau kota-kota besar seperti DKI-Jakarta, karena lahan yang tersedia terbatas.
3. Karena mayoritas daerah Indonesia adalah rawa dan hutan tropis, seperti di kalimantan, papua, sumatera dan sulawesi. Proses pembuatan kincir angin ini akan menimbulkan masalah lain.
Kincir angin ini lebih tepat diterapkan di daerah nusa tenggara yang masih memiliki lahan terbuka berupa padang rumput yang luas dan arah angin yang cukup baik. Namun perlu dikaji lebih jauh tentang kebutuhan sumber daya listrik di daerah tersebut, apakah sudah cukup ekonomis untuk menggunakan sistem ladang kincir angin, mengingat biaya investasi awal yang sangat mahal.
Energi matahari merupakan energi yang paling utama untuk mahkluk hidup. Ada 2 jenis energi yang dapat dimanfaatkan dari energi matahari secara langsung, yaitu energi panas matahari dan energi foton matahari. energi panas matahari ini tersedia dengan melimpah namun tersebar meluas sehingga harus dikumpulkan terlebih dahulu. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan energi panas matahari disebut kolektor surya. Yang menjadi kendala adalah posisi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan luas lautan yang lebih besar dari luas daratan, sehingga menyebabkan proses penguapan air yang cukup besar di atmosfir sehingga Indonesia cendrung untuk berawan dengan curah hujan yang cukup tinggi. Akibatnya radiasi panas matahari langsung menjadi kurang dan kebanyakan adalah radiasi panas matahari sebaran, hal ini lebih menyulitkan proses pengumpulan energi panas tersebut.
Alat yang lebih efisien adalah menggunakan fotovoltage untuk mengubah energi foton langsung dari sinar matahari menjadi energi listrik. Alatnya sudah banyak tersedia dipasaran namun harganya yang masih cukup tinggi dengan usia pakai yang cukup singkat. Bila kita hendak mengembangkan fotovoltage, maka kita akan memerlukan teknologi yang cukup tinggi yaitu, kita terlebih dahulu harus dapat memurnikan silikon hingga tingkat yang sangat murni (99,99%) dan teknologi ini belum dikuasai oleh negara-negara berkembang.
Energi alam lain yang telah dikembangkan di Indonesia dan cukup berguna adalah energi air tipe kecil (microhidro water turbine generator). Turbin air tipe mikro hidro menggunakan turbin air jenis kecil umumnya tipe turbin reaksi untuk menggerakkan jenis generator listrik kecil sehingga dapat menghasilkan energi listrik yang dapat digunakan untuk keperluan penerangan di pedesaan. Jenis turbin ini sangat cocok untuk diterapkan di daerah pedesaan Indonesia yang belum terjangkau oleh listrik dan memiliki sumber air berupa sungai yang mengalir.
Kelemahan turbin air terletak di sumber airnya. Sungai-sungai di Indonesia umumnya adalah sungai tadah hujan, dimana pada musim hujan sungai akan meluap dan pada musin kering sungai akan kering. Untuk kondisi yang demikian yang menyebabkan persedian listrik yang dibangkitkan oleh turbin air menjadi terganggu.
Jenis turbin mikro-hidro telah banyak dijual dipasaran, untuk penggunaannya kita tinggal mencari aliran sungai yang dapat menghasilkan debit air yang kontinyu sepanjang tahun dengan tekanan yang sesuai. Untuk DKI Jakarta, energi air jelas tidak dapat diterapkan karena walaupun Jakarta dilewati oleh banyak aliran sungai, tetapi kecepatan arus sungai, tinggi tekan air sungai dan kondisi sungainya tidak memungkinkan untuk diterapkan pembangkit listrik mikro – hidro.
Jenis energi lain yang belum banyak dikembangkan adalah energi yang berasal dari lautan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki lautan yang sangat luas, menyimpan potensi energi laut yang sangat besar dan bila sumber energi ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal, maka akan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Ada 2 jenis energi yang dapat dikembangkan dari lautan yaitu : energi yang didapat dari beda temperatur air laut yang dapat dimanfaatkan dengan sistem OTEC (ocean thermal energy conversion) dan energi tidal (gelombang dan arus laut).
Skema sistem OTEC dapat dilihat seperti pada gambar 4 berikut ini.
Gambar 4 skema dasar sistem OTEC(sama, sy juga
lupa ngambil gbr ini dari mana, bagi yg memilikinya sy mohon ijin utk
menggunakannya)
Sistem OTEC memanfaatkan beda suhu air laut permukaan dengan suhu air
laut di dalam. Beda suhu ini dapat mencapai 20 derajat Celsius. Siklus
kerja yang digunakan adalah siklus Rankine dengan fluida kerja amoniak
atau fluida kerja hidrokarbon lainnya (Organic Rankine Cycle). Fluida
kerja diuapkan dengan menggunakan panas air laut dipermukaan, kemudian
uap tersebut diekspansikan di dalam turbin dan turbin akan memutar
generator. Uap kemudian diembunkan di dalam alat penukar kalor dengan
menggunakan fluida dingin yang diambil dari dalam lautan.Sistem OTEC ini cukup bermanfaat, namun membutuhkan konstruksi yang cukup besar untuk menghasilkan energi listrik. Kendala lain yang dihadapi adalah kita juga harus dapat memompa air dingin dari laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1000 m, untuk melakukan ini dibutuhkan teknologi yang cukup mahal. Contoh instalasi OTEC yang telah dibangun dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini. Instalasi OTEC cocok untuk dibangun di lautan Indonesia bagian timur dimana memiliki kedalaman laut lebih dari 1000 m.
Gambar 5 contoh instalasi OTEC yang dibangun diatas kapal
(sumber : National Energy Laboratory of Hawaii (NELHA))
Pemanfaatan energi gelombang dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu
sistem konversi tidak langsung energi gelombang menjadi energi listrik
dan sistem konversi langsung energi gelombang menjadi energi listrik.Sistem konversi tidak langsung energi gelombang menjadi energi listrik dapat dilihat seperti pada gambar 6 berikut ini.
Gambar 6a sistem konversi energi gelombang menjadi energi listrik
dengan sistem kincir angin(sumber : lupa, bagi yg memilikinya, mohon ijin)
Gambar 6b sistem konversi energi gelombang
menjadi energi listrik dengan menggunakan sistem hidroulik (sumber: sama
dengan yg diatas)
Pada sistem konversi energi ombak tidak langsung, energi gerak dari
ombak digunakan untuk menggerak pelampung atau kolom udara yang dibangun
di atas permukaan air laur. Pelampung ini akan menggerak sistem mekanik
yang mengubah gerak bolak-balik menjadi gerak berputar (rotasi).
Kemudian gerak rotasi ini akan digunakan untuk menggerak generator
listrik. Jadi pada sistem ini energi ombak tidak digunakan secara
langsung untuk menghasilkan listrik, tetapi diubah dulu menjadi bentuk
energi lain.Skema pada gambar 6 menunjukan cara mengubah energi ombak yang bergerak naik-turun (osilasi) menjadi energi lain yang dapat digunakan untuk memutar roda turbin. Bentuk instalasi yang pernah dibuat dapat dilihat seperti pada gambar 9 berikut ini.
Point absorber (OPT Finavera) Oscillating Water Column (Energetech)
Attenuator (OPD)
Over Topping (Wave Dragon)
Gambar 9 macam-macam instalasi konversi energi gelombang permukaan untuk pembangkit listrik (sumber : Oregon State University)
Sistem tidak langsung ini umumnya memiliki konstruksi yang besar dan
rumit. Sistem ini tidak dapat dibuat portabel, sehingga harus dipasang
permanen pada permukaan laut. Yang sering menjadi kendala pada sistem
ini adalah ketinggian permukaan air laut yang berubah-ubah dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Bila sistem pelampung atau sistem kolom
udara ini dipasang di pantai, maka gejala pasang surut air laut akan
terlihat jelas pengaruhnya terhadap kinerja sistem.Sistem kedua yang dapat digunakan untuk mengubah energi ombak menjadi energi listrik adalah sistem dengan menggunakan generator apung tipe linier. Generator linier ini dikenal dengan sebutan generator Brandl. Skema dasar generator Brandl dapat dilihat seperti pada gambar 10 berikut ini.
Gambar 10 skema dasar Brandl generator(sumber : http://brandlmotor.de/brandlgenerator_eng.htm)
Sistem ini sangat sederhana sehingga dapat dibuat dengan mudah dan
diterapkan hampir disemua jenis pantai. Pada penelitian ini akan
dikembangkan jenis generator linier tipe apung yang cocok untuk
digunakan diperairan Indonesia. Konsep ini dapat dikembangkan menjadi
konsep pantai sebagai ladang energy listrik dimana di laut dekat pantai
dipasang deretan generator linier tipe apung untuk membangkitkan energi
listrik yang dapat digunakan untuk keperluan daerah pesisir pantai.
Berikut perbandingan biaya produksi energi listrik untuk macam-macam
tipe teknologi pembangkit energi listrik.Tabel 1 (sumber : clean energy from sea-wave with Brandl generator)
No comments:
Post a Comment