Tuesday 8 January 2013

REFRAKTOMETER ABBE

PERCOBAAN KE II REFRAKTOMETER ABBE I. TUJUAN 1. Untuk menentukan indeks sampel 2. Untuk mengetahui range konsentrasi sampel 3. Untuk mengetahui cara kerja refraktometer II. LANDASAN TEORI Refraktormeter adalah alat yang diguanakan untuk mengukur kadar/ konsetrasi bahan terlarut misalnya: Gula, Garam, Protein dan sebagainya. Alat ini pertama ditemukan oleh Ernest Abbe ( 1840 – 1905 ) yang bekerja untuk perusahaan Zeiss di Jena, Jerman pada akhir 1800-an. Instrumet pertama terdiri dari thermometer dan air yang bersirkulasi yang berfungsi untuk mengontrol suhu instrumen dan cairan. Kegunaan Refratometer abbe adalah : dapat digunakan untuk mengukur bermacam – macam indeks bias suatu larutan dan dapat digunkan mengukur untuk kadar tetapi kita harus membuat kurva standar. Prinsip pengukurannya adalah dengan sinar yang ditransmisikan sinar kasa/ sumber sinar prisma sampel teleskop. (http: //putrakalimas.blogspot.com/2011/01/refraktormeter-abb.html) Hukum – hukum Snellius merupakan dasar optikal geometris dan berbunyi sebagai berikut : sinar datang, normal, sinar pantul, dan sinar bias semuanya terletak disatu bidang datar sudut pantul sama dengan sudut datang perbandingan antara sinus sudut datang dan sinus sudut bias adalah tetap, artinya tak tergantung pada besar sudut datang. Seperti telah dikemukan diatas perbandingan sinus tersebut dinamakan indeks bias medium dipihak sinar datang. Hukum Snellius yang asli mengatakan bahwa perbandingan cosec sudut itu yang tetap. dan adalah Descartes yang mengatakan bahwa perbandingan sinus sudut yang tetap. Sudah tentu kedua pernyataan itu pada hakekatnya identis dan yang sekarang lazim dipakai ialah pernyataan Descartes dalam perumusan hukum Snellius. sin⁡〖∝1〗/(sin β)=v''/v……………….(2.1) Yang tak lain ialah perbandingan kecepatan cahaya di pihak sinar bias dengan yang di pihak sinar datang. Perbandingan itu sudah tentu berupa tetapan yang tak tergantung pada besar sudut datang. Dengan hipotesis Huygens ditinjau berkas sinar – sianr cahaya dengan medan gelombang. Pada sat gelombang dari B mencapai B’, gelombang dari A sudah memancar sampai permukaan bola berjari – jari r untuk medium diatas bidang batas dan berjari – jari r‘ untuk medium dibawah bidang batas tersebut. Maka medan gelombang pantul ialah bidang yang melalui B’ dan menyinggung bola berjari – jari r di A’ di medium atas, sedang medan gelombang bias ialah bidang yang juga melalui B’ tetapi medium bola berjari – jari r’ di A’ di medium bawah. Sudah tentu BB’ = r dan r’: r = v’ : v serta perhatikan bahwa ∆ AA’B’ = ̃ ∆ B’BA sebab AA’ = r = BB’ Sehingga ∝_1 = 〖90〗^0 - ∅_2. Untuk meningkatkan pemisahan warna, kita dapat menggunakan prisma kaca padat dengan penampang melintang segitiga, seperti dalam gambar. Dispersi pada permukaan pertama kemudian ditingkatkan pada permukaan kedua. Contoh yang paling menakjubkan dari dispersi kromatik adalah pelangi. Ketika cahaya putih matahari dipertemukan dengan tetesan hujan, beberapa cahaya dibiaskan ke dalam tetesan, dipantulkan dari permukaan dalam tetesan. Sama halnya dengan prisma, pembiasan pertama memisahkan cahaya matahari menjadi komponen-komponen warnanya, dan pembiasan kedua meningkatkan pemisahan. Pelangi yang kita lihat terbentuk dari cahaya yang dibiaskan oleh banyaknya tetesan-tetesan. Warna merah terbentuk dari sudut tetesan yang lebih besar di langit, warna biru terbentuk dari sudut tetesan yang lebih kecil, dan warna pertengahan dari sudut pertengahan. Semua tetesan mengirimkan warna yang terpisah-pisah dengan sudut sekitar 〖42〗^0 dari titik yang mengarah berlawanan dengan matahari dalam penglihatan kita. Jika curah hujan tinggi dan cahaya bersinar terang, kita akan melihat busur melingkar dari warna dengan warna merah pada bagian atas dan biru pada bagian bawah. Pelangi itu adalah khusus karena pengamat lain memotong dari tetesan lainnya. ( David,Halliday,1984) Pada umumnya, sebagian gelombang itu direfleksikan dan sebagian lagi direfraksikan (ditransmisikan) ke dalam material kedua. Contoh, bila kita memandang ke dalam jendela restoran dari jalan, maka kita melihat refleksi pemandangan di jalan, tetapi seorang yang berada di dalam restoran itu dapat memandang ke luar melalui jendela dengan pemandangan sama karena cahaya mencapai orang itu dengan refraksi. Indeks refraksi ( indeks of refraction) dari sebuah material optik ( juga dinamakan indeks refraktif ), yang dinyatakan dengan n, memainkan peranan penting dalam optika geometric. Indeks refraksi ini adalah rasio dari laju cahaya c dalam ruang hampa terhadap laju cahaya v dalam material itu: n=c/v (indeks refraksi) ……………………………………………….(2.17) cahaya selalu berjalan lebih lambat di dalam material daripada di dalam ruang hampa, sehingga nilai n dalam medium apapun selain ruang hampa selalu lebih besar daripada satu. Untuk ruang hampa, n=1. Karena n adalah rasio dari dua laju, maka n adalah bilangan murni tanpa satuan. (Hubungan nilai n dengan sifat listrik dan sifat magnetic suatu material akan dijelaskan. Kajian eksperimental mengenai arah sinar masu, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan pada antarmuka yang halus di antara dua material optik bermunculan kesimpulan-kesimpulan berikut: Sinar yang masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan dan normal terhadap permukaan semuanya terletak pada bidang yang sama. Bidang dari ketiga sinar itu tegak lurus terhadap bidang permukaan batas di antara kedua material tersebut. Kita selalu menggambarkan diagram sinar sehingga sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinaryang direfraksikan berada dalam bidang diagram. Sudut refleksi ∅, sama dengan sudut masuk ∅_a untuk semua panjang gelombang dan untuk setiap pasangan material. Yakni , dalam rumus: ∅_r = ∅_a (hukum reflex……….…..………(2.18) Hubungan ini, bersama-sama dengan pengamatan bahwa sinar masuk dan sinar yang direfleksikan dan normal, semuanya terletak pada bidang yang sama, yang dinamakan hukum refleksi (law of reflection). Untuk cahaya monokromotik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b, pada sisi-sisi yang berlawanan dari antarmuka itu, rasio dari sinus sudut ∅_a dan ∅_b, di mana kedua sudut itu diukur dari normal terhadap permukaan, sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks refraksi: sin⁡〖∅_a 〗/sin⁡〖∅_b 〗 = n_b/n_a , ..…..……………………..(2.19) atau n_(a ) sin ∅_a = n_bsin ∅_b (hukum refraks….……..…..(2.20) Hasil eksperimen ini, bersama-sama dengan pengamatan bahwa sinar masuk dari sinar yang direfraksikan dan normal semuanya terletak dalam bidang yang sama, dinamakan hukum refraksi (law of refraction) atau hukum snellius (snell’s law), untuk menghormati ilmuwan belanda Willebrord Snell (1591-1626). Ada beberapa keraguan apakah betul-betul Snellius yang menemukannya. Penemuan bahwa n =c/v baru muncul kemudian. Persamaan (34.3) dan (34.4) memperlihatkan bahwa bila sebuah sinar lewat dari satu material (a) ke dalam material lain (b) yang mempunyai indeks refraksi yang lebih besar (n_b> n_a) dan karena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih lambat, maka sudut ∅_b dengan normal lebih kecil dalam material kedua daripada sudut ∅ dalam material pertama; maka sinar itu dibelokkan mendekati normal. Bila material kedua itu mempunyai indeks refraksi yang lebik kecil daripada material pertama (n_b < n_a) dank arena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih cepat, maka sinar itu dibelokkan menjauhi normal. Ini menerangkan mengapa sebuah mistar yang dicelupkan sebagian atau pipa sedotan air minum terlihat dibengkokkan; sinar cahaya yang datang dari bawah permukaan berubah arah pada antarmuka udara-air; sehingga sinar itu muncul seakan-akan datang dari sebuah posisi di atas titik asal yang sesungguhnya. Sebuah kasus khusus yang penting adalah refraksi yang terjadi pada antarmuka di antara ruang hampa, di mana indeks refraksi menurut definisi adalah satu, dan merupakan sebuah material. Bila sebuah sinar lewat dari ruang hampa ke dalam suatu material (b), sehingga n_a = 1 dan n_b >1, maka sinar itu selalu dibelokkan mendekati normal. Bila sinar lewat dari suatu material ke dalam ruang hampa, sehingga n_(a )>1 dan n_b = 1, sinar itu selalu dibelokkan menjauhi normal. Tak perduli apapun material pada masing-masing sisi dari antarmuka itu, sinar yang ditransmisikan itu tidak dibelokkan sama sekali dalam kasus khusus, arah masuk normal, di mana sinar masuk adalah tegak lurus terhadap antarmuka sehingga ∅_a= 0 dan sin ∅_a=0. Dari persamaan (34.4) ini berarti bahwa ∅_b juga sama dengan nol, sehingga sinar yang ditransmisikan juga tegak lurus terhadap antarmuka. Hukum refleksi dan hukum refraksi berlaku tanpa memandang dari sisi mana dari antarmuka itu sinar masuk tersebut datang. Jika sinar cahaya mendekati antarmuka dalam gambar tersebut. Dari kanan dan bukan dari kiri, maka sekali lagi ada sinar yang direfleksikan dan sinar yang direfraksikan; kedua sinar ini, sinar masuk dan normal terhadap permukaan sekali lagi terletak pada bidang yang sama. Lagi pula, lintasan sebuah sinar yang direfraksikan dapat dibalik (reversible); lintasan ini mengikuti lintasan yang sama bila pergi dari b ke a seperti bila pergi dari a ke b. (kita dapat membuktikan ini dengan menggunakan persamaan (34.4) ). Karena sinar yang direfleksikan dan sinar masuk membuat sudut yang sama dengan normal, maka lintasan sebuah sinar yang direfleksikan juga dapat dibalik. Itulah sebabnya mengapa bila kita melihat mata seseorang dalam cermin, orang itu dapat juga melihat kita. Intensitas sinar yang direfleksikan dan intensitas sinar yang direfraksikan bergantung pada sudut masuk, kedua indeks refraksi, dan polarisasi (yakni, arah vector medan listrik) dari sinar masuk. Fraksi yang direfleksikan merupakan yang paling kecil pada arah masuk normal (∅_a=0^0), sekitar 4% untuk antarmuka udara-kaca, fraksi ini semakin bertambah seiring dengan sudut masuk yang semakin besar hingga mencapai 100% pada arah masuk yang menyinggung (menyentuh) permukaan batas, ketika ∅_a= 〖90〗^0. Walaupan kita telah menjelaskan hukum reflaksi dan hukum refraksi sebagai hasil eksperimen. Namun hukum-hukun itu juga dapat diturunkan dari sebuah model gelombang dengan menggunakan persamaan Maxwell. Analisis ini juga memungkinkan kita untuk meramalkan amplitudo, intensitas, fasa, dan keadaan polarisasi dari gelombang yang direfleksikan dan gelombang yang direfraksikan. Akan tetapi, analisis ini berada di luar pembahasan. (Hugh D.Young, 2001) Dalam ruang bebas ε = ε_0 dan μ = μ_0 dan kecepatan fase sama dengan c, kecepatan cahaya. Dalam medium μ = μ_0 tetapi ϵ kurang dari ε_0. Karena itu, kecepatan fase ionosfer lebih besar dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Namun, kecepatan grup tidak melebihi c. Indeks bias ( refraksi ) medium terionisasi disbanding dengan ruang bebas diberikan oleh: n = c/v_p = ε/ϵ_0 ………………………………( 2.21) Misalkan, bahwa gelombang radio masuk ke dalam ionosfer dari medium tanpa terionisasi di bawahnya. Karena kecepatan fase dalamionosfer lebih besar, indeks bias lebih kecil. Jadi, ionosfer berlaku sebagai medium yang kurang rapat. Akibatnya, pada pembatasan media, sinar yang datang akan membelok dari garis lurus dan akan bergerak dalam ionosfer menurun arah menjauhi geris normal yang ditarik pada titik pertemuan. Pada saat gelombang masuk lebih dalam ke dalam lapisan di mana rapat electron berangsur-angsur naik, n berangsur-angsur turun. Untuk sudut datang vertikal, ∅_r = 0, dan sehingga n = o pada titik pantul. Pada peristiwa sudut datang vertikal, frekuensi maksimum yang akan dipantulkan kembali ke bumi dari lapisan ionosfer dinamakan frekuensi kritis lapisan, dan diberi tanda f_c. Hubungan antara frekuensi kritis (f_c) dan rapat electron puncak (N_(m ))adalah sebagai berikut: f_c = 9√(N_(m ) ) …………………………………….(2.22) Persamaan ini, yang dikenal hukum secan, memberi hubungan antara frekuensi f dari sinyal terpantul untuk sudut datang dengan frekuensi kritis untuk harga rapat electron yang diketahui. Harga sudut datang maksimum untuk lapisan yang diketahui diperoleh, kalau sinar meninggalkan bumi menyinggung permukaan bumi . kita anggap bahwa gelombang radio yang mempunyai frekuensi lebih besar daripada frekuensi kritis dari suatu lapisan jatuh pada lapisan tersebut. (D. Chattopadhyay, 1989 ) III. PERALATAN DAN FUNGSI 3.1 Peralatan 1. Refraktometer a. Terong : untuk mengamati skala pada refraktometer b. Prisma : untuk menghamburkan cahaya c. Eliminator : sebagai alat untuk mendinginka d. Bola lampu 8 V 0,15 A : sebagai sumber cahaya agar di dapat dua warna yang berbeda 2. Pipet tetes :untuk meneteskan bahan yang akan diamati ke refrakto meter 3. Tissue : untuk membersihkan permukaan prisma refraktometer 4.Tissue basah : untuk membersihkan permukaan prisma 3.2 Bahan Tebu (pucuk) Tebu (tengah) Tebu (pangkal) Sirup marqisa Yakult Sirup kurnia Scot’s emulsion Susu coklat Susu putih IV. PROSEDUR KERJA Disiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan Dihubungkan refrakto dengan eliminator sebagai sumber tegangan AC Dipasang lampu 8V ke refraktometer dengan baik Diatur skala pada refraktometer sampai nol searah jarum jam Dibersihkan kedua prisma dengan menggunakan tissue (jangan pernah menggunakan alcohol pada tissue pembersih karena akan merusak prisma pada refrakto) Diteteskan aquades tepat pada permukaan prisma dan tidak mengenai tepi prisma. (dalam hal ini tidak ada gelombang udara pada bahan yang di teteskan) Untuk menentukan indeks bias, dipastikan warna pada refrakto menjadi dua warna. Diamati skala pada refraktometer (dalam hal ini terdapat dua skala pada refraktometer, pada skala bagian atas digunakan untuk menentukan indeks bias larutan,dan untuk skkala bagian bawah digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan). Dicatat hasil yang diperoleh Diulangi langkah 4-9 untuk sampel yang lain. V. GAMBAR PERALATAN VII.ANALISA DATA Menghitung Konsentrasi Tiap Sampel Hitung (C ) ̅ = C_(1+C_2+C_3 )/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (17+17+17)/3 = 17 b. Air Tebu Bagian Tengah (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (17,5+17,5+17,5)/3 = 17,5 c. Air Tebu Bagian Ujung (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (18+18+18,5)/3 = 18,16 d. Sirup Marqisa (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (16,5+16,5+16)/3 = 16,33 e. Yakult (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (19,5+21+21,5)/3 = 20,66 f. Sirup Kurnia (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (64+64+65)/3 = 64,33 g. Scott’s Emulsion (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (39,5+39+37)/3 = 38,5 h. Susu Coklat (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (16,5+16+15)/3 = 15,83 i. Susu Putih (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (8,5+8+7)/3 = 7,83 Hitung ∆C_n = |C ̅-C_n | Air Tebu Bagian Pucuk ∆ C_1= |17-17|= 0 ∆ C_2= |17-17|= 0 ∆ C_3= |17-17|= 0 Air Tebu Bagian Tengah ∆ C_1= |17,5-17,5|= 0 ∆ C_2= |17,5-17,5|= 0 ∆ C_3= |17,5-17,5|= 0 Air Tebu Bagian Ujung ∆ C_1= |18,16-18|= 0,16 ∆ C_2= |18,16-18|= 0,16 ∆ C_3= |18,16-18,5|= 0,34 d. Sirup Marqisa ∆ C_1= |16,33-16,5|= 0,17 ∆ C_2= |16,33-16,5|= 0,17 ∆ C_3= |16,33-16|= 0,53 e. Yakult ∆ C_1= |20,66-19,5|= 0,17 ∆ C_2= |20,66-21|= 0,17 ∆ C_3= |20,66-21,5|= 0,33 f. Sirup Kurnia ∆ C_1= |64,33-64|= 0,33 ∆ C_2= |64,33-64|= 0,33 ∆ C_3= |64,33-65|= 0,67 g. Scott’s Emulsion ∆ C_1= |38,5-39,5|= 1 ∆ C_2= |38,5-39|= 0,5 ∆ C_3= |38,5-37|= 1,5 h. Susu Coklat ∆ C_1= |15,83-16,5|=0,67 ∆ C_2= |15,83-16|= 0,17 ∆ C_3= |15,83-15|= 0,83 i. Susu Putih ∆ C_1= |7,83-8,5|= 0,67 ∆ C_2= |7,83-8|= 0,17 ∆ C_3= |7,83-7|= 0,83 3. Hitung ∆(C_n ) ̅ = (∆C_1+ ∆C_2+ ∆C_3)/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk ∆(C_n ) ̅ = (0+0+0)/3 = 0 b. Air Tebu Bagian Tengah ∆(C_n ) ̅ = (0+ 0+ 0)/3 = 0 c. Air Tebu Bagian Ujung ∆(C_n ) ̅ = (0,16+0,16+(0,34))/3 = 0,22 d. Sirup Marqisa ∆(C_n ) ̅ = ((0,17)+(0,17)+(0,33))/3 = 0,223 e. Yakult ∆(C_n ) ̅ = (1,16+(0,34)+(0,84))/3 = 0,78 f. Sirup Kurnia ∆(C_n ) ̅ = (0,33+0,33+0,67))/3 = 0,443 g. Scott’s Emulsion ∆(C_n ) ̅ = ((1)+(0,5)+1,5)/3 = 1 h. Susu Coklat ∆(C_n ) ̅ = ((0,67)+(0,17)+0,83)/3 = 0,556 i. Susu Putih ∆(C_n ) ̅ = ((0,67)+(0,17)+0,83)/3 = 0,556 4. Hitung Range Konsentrasi Tiap Sample C_n± ∆(C_n ) ̅ a. Air Tebu Bagian Pucuk C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 17+(0) = 17 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 17+(0) = 17 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 17+(0) = 17 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 17-(0) = 17 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 17-(0) = 17 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 17-(0) = 17 b. Air Tebu Bagian Tengah C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 17,5+0 = 0 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 17,5+0 = 0 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 17,5+0= 0 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 17,5- 0= 0 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 17,5- 0 = 0 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 17,5-0 = 0 c. Air Tebu Bagian Ujung C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 18+ (0,006)= 18,006 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 18+(0,006)= 18,006 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 18,5+(0,006)= 18,506 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 18-(0,006)= 17,994 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 18- (0,006)= 17,994 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 18- (0,006)= 18,494 d. Sirup Marqisa C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 16,5+(0 ,003)= 16, 503 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 16,5+(0 ,003)= 16,503 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 16+(0 ,003)= 16, 003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 16,5-(0,003)= 16,497 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 16,5-(0,003)= 16,497 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 16-(0,003)= 15,997 e. Yakult C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 19,5+(0,003)=19,506 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 21+(0,003)= 21,006 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 21,5+(0,003)=21,506 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 19,5-(0,003)= 19,494 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 21-(0,003)=20,994 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 21,5-(0,003)= 21,494 f. Sirup Kurnia C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 64+(0,003)= 64,003 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 64+(0,003)= 64,003 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 65+(0,003)= 65,003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 64-(0,003)= 63,997 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 64-(0,003)= 63,997 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 65-(0,003)= 64,997 g. Scott’s Emulsion C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 39,5+0=39,5 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 39+0=39 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 37+0=37 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 39,5-(0)=39,5 C_2 - ∆(C_2 ) ̅ = 39-(0)=39 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 37-(0)=37 h. Susu Coklat C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 16,5+(0,003)=16,503 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 16+(0,003)= 16,003 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 15+(0,003)= 15,003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 16,5-(0,003)= 16,497 C_2 - ∆(C_2 ) ̅ = 16-(0,003)= 15,997 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 15-(0,003)= 14,997 i. Susu Putih C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 8,5+(0,003)= 8,503 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 8+(0.003)= 8,003 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 7+(0,003)= 7,003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 8,5-(0,003)= 8,497 C_2 - ∆(C_2 ) ̅ = 8-(0,003)= 7,997 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 7-(0,003)= 6,997 Menghitung Indeks Bias Tiap Sampel 1. Hitung Nilai (n ) ̅ = n_(1+n_2+n_3 )/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,358+1,359+1,359)/3 = 1,358 b. Air Tebu Bagian Tengah (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,36+1,39+1,96)/3 = 1,57 c. Air Tebu Bagian Ujung (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,361+1,361+1,36)/3 = 1,306 d. Sirup Marqisa (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,358+1,385+1,337)/3 = 1,36 e. Yakult (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,363+1,365+1,366)/3 = 1,364 f. Sirup Kurnia (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,451+1,451+1,453)/3 = 1,451 g. Scott’s Emulsion (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,399+1,399+1,355)/3 = 1,389 h. Susu Coklat (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,38+1,358+1,355)/3 = 1,364 i. Susu Putih (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,346+1,344+1,343)/3 = 1,344 2. Hitung ∆N_n = |n ̅-N_n | a.Air Tebu Bagian Pucuk ∆ n_1= |1,358-1,358|= 0 ∆ n_2= |1,358-1,359|= 0,001 ∆ n_3= |1,358-1,359|= 0,001 b. Air Tebu Bagian Tengah ∆ n_1= |1,57-1,36|= 0,21 ∆ n_2= |1,57-1,39|= 0,18 ∆ n_3= |1,57-1,96|= 0,39 c. Air Tebu Bagian Ujung ∆ n_1= |1,306-1,361|= 0,055 ∆ n_2= |1,306-1,361|= 0,055 ∆ n_3= |1,306-1,36|= 0,324 d. Sirup Marqisa ∆ n_1= |1,36-1,358|= 0,002 ∆ n_2= |1,36-1,385|= 0,025 ∆ n_3= |1,36-1,337|= 0,023 e. Yakult ∆ n_1= |1,364-1,363|= 0,001 ∆ n_2= |1,364-1,365|= 0,001 ∆ n_3= |1,364-1,366|= 0,002 f. Sirup Kurnia ∆ n_1= |1,451-1,451|= 0 ∆ n_2= |1,451-1,451|= 0 ∆ n_3= |1,451-1,453|= 0,002 g. Scott’s Emulsion ∆ n_1= |1,389-1,399|= 0,01 ∆ n= |1,389-1,399|= 0,01 ∆ n= |1,389-1,396|= 0,007 h. Susu Coklat ∆ n_1= |1,364-1,38|= 0,016 ∆ n_2= |1,364-1,358|= 0,006 ∆ n_3= |1,364-1,355|= 0,009 i. Susu Putih ∆ n_1= |1,344-1,346|= 0,002 ∆ n_2= |1,344-1,344|= 0 ∆ n_3= |1,344-1,343|= 0,001 3. Hitung ∆(N_n ) ̅ = (∆n_1+ ∆n_2+ ∆n_3)/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk ∆(N_n ) ̅ = (0+(0,001)+(0,001))/3 = 0,0006 b. Air Tebu Bagian Tengah ∆(N_n ) ̅ = (0,21+ 0,18+(0,39))/3 = 0,26 c. Air Tebu Bagian Ujung ∆(N_n ) ̅ = -((0,055)+(0,055)+( 0,324))/3 = 0,144 d. Sirup Marqisa ∆(N_n ) ̅ = (0,002+(0,025)+(0,023))/3 = 0,016 e. Yakult ∆(N_n ) ̅ =(0,001+(0,001)+(0,02))/3 = 0,0006 f. Sirup Kurnia ∆(N_n ) ̅ = (0+(0)+(0,002))/3 = 0,0006 g. Scott’s Emulsion ∆(N_n ) ̅ = ((0,01)+(0,01)+(0,007))/3 = 0,027 h. Susu Coklat ∆(N_n ) ̅ = ( 0,0016+(0,006) +0,009)/3 = 0,010 i. Susu Putih ∆(N_n ) ̅ = (( 0,002)+ 0+ 0,001)/3 = 0,001 4. Hitung Range Indeks Bias Tiap Sample N_n± ∆(N_n ) ̅ a. Air Tebu Bagian Pucuk N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,358+(0,0006) = 1,3586 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,359+(0,0006) = 1,3596 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,359+ (0,0006) = 1,3596 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,358-(0,0006) = 1,3574 N_2- ∆(N_2 ) ̅ = 1,359- ( 0,0006) = 1,3584 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,359 - (0,0006) =1,3584 b. Air Tebu Bagian Tengah N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,36 + 0,26 = 1,62 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,39 + 0,26 = 1,65 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,96 + 0,26 = 2,22 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,36 - 0,26 = 1,1 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,39 - 0,26 =0,93 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,96 – 0,26 =1,7 c. Air Tebu Bagian Ujung N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,361+(0,144) = 1,505 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,361+( 0,144) = 1,505 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,36+(0,144) = 1,504 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,361 - (0,144) = 1,217 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,361 - (0,144) = 1,217 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,36 - (0,144) = 1,216 d. Sirup Marqisa N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,358+ 0,016 = 1,374 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,385+ 0,016 = 1,4011 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,377+0,016 = 1,353 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,358- 0,016 = 1,342 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,385- 0,016 = 1,369 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,377- 0,016 = 1,321 e. Yakult N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,363+ (0,0013) =1,3643 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,365 + (0,0013) = 1,3663 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,366+ (0,0013) = 1,3673 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,363 - (0,0013) = 1,3617 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,365 - (0,0013) = 1,3637 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,366 - (0,0013) = 1,3647 f. Sirup Kurnia N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,451 + (0,0006) = 1,4516 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,451+ ( 0,0006) = 1,4516 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,453 + (0,0006) = 1,4536 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,451 - (0,0006) = 1,4504 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,451 - (0,0006) = 1,4504 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,453 - (0,0006) = 1,4536 g. Scoot’s Emulsion N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,399 + (0,027) =1,478 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,399+(0,027) =1,478 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,396+(0,027) =1,48 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,399 - (0,027) = 1,424 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,399 - (0,027) = 1,424 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,396 - (0,027) = 1,426 h.Susu Coklat N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,38 + (0,01) = 1,39 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,358 + (0,01) = 1,368 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,355 + (0,01) = 1,365 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,38 - (0,01) = 1,37 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,358 - (0,01) = 1,348 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,355 - (0,01) = 1,345 i. Susu Putih N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,346 + (0,001) = 1,347 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,344+ (0,001) = 1,345 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,343+ (0,001) = 1,344 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,346- (0,001) = 1,345 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,344 - (0,001) = 1,343 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,343 - (0,001) = 1,342 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Untuk menentukan indeks bias suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus: - Hitung Nilai (n ) ̅ = n_(1+n_2+n_3 )/3 - Hitung ∆N_n = |n ̅-N_n | - Hitung ∆(N_n ) ̅ = (∆n_1+ ∆n_2+ ∆n_3)/3 - Hitung Range Indeks Bias Tiap Sample N_n± ∆(N_n ) ̅ 2. Untuk menentukan konsentrasi (mol) suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus: - Hitung (C ) ̅ = C_(1+C_2+C_3 )/3 - Hitung ∆C_n = |C ̅-C_n | - Hitung ∆(C_n ) ̅ = (∆C_1+ ∆C_2+ ∆C_3)/3 - Hitung Range Konsentrasi Tiap Sample C_n± ∆(C_n ) ̅ 3. Refraktometer ABBE adalah alat pengukur indeks bias suatu zat cair yang mempunyai indeks bias 1,3 dan 1,7. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada sudut kritis. Refraktometer terdiri dari sebuah teleskop dengan 2 prisma pembias P dan P’, dan prisma amici K1 dan K2, dan cermin datar sebagai pemantul objek. Objek yang diukur indeks biasnya diletakkan diantara prisma P dan P’. Tiap sistem prisma K1 dan K2 terdiri dari masing-masing tiga prisma yang ditempelkan. Sistem ini dinamakan kompensator. 3 prisma ini terdiri dari 2 buah lensa korona dan 1 buah lensa flinta. Kompensator berfungsi untuk menjadikan sinar polikromatik menjadi (spektrum) sinar monokromatik, dari suatu sumber cahaya K1 dan K2,P dan Pcermin. Indeks bias zat cair yang diamati harus lebih kecil dari indeks bias n. Besar n tergantung daripada panjang gelombang cahaya monokromatik yang digunakan. Cahaya yang digunakan adalah cahaya kuning. Cahaya kuning yang melewati kompensator akan diteruskan tanpa mengalami deviasi. Dispersi dapat menjadi nol, bila alas kedua prisma amici sejajar dan saling terbalik. Tiap kali pengukuran n kompensator distel sedemikian rupa sehingga batas terang dan gelap dalam teleskop yang akan kita lihat tidak tampak adanya warna lagi. 8.2. Saran Sebaiknya praktikan selanjutnya membersihkan prisma dengan bersih agar sampel berikutnya dapat diamati dengan baik. Sebaiknya praktikan berikutnya teliti melihat skala yang ada pada refraktometer agar hasil yang di dapat lebih baik. Sebaiknya praktikan berikutnya lebih teliti saat meneteskan sampel ke prisma agar tidak mengenai tepi prisma. Sebaiknya praktikan menghindari gelembung udara pada tetesan sampel. DAFTAR PUSTAKA Chattopadhyay, D.1989.”DASAR ELEKTRONIKA”.Erlangga. Jakarta Halaman : 365-369 Halliday, David.1984.”DASAR DASAR FISIKA”.jilid II. Binapura aksara. Jakarta Halaman : 553-558 Soedojo, Peter.1992.”AZAS-AZAS ILMU FISIKA”.jilid III. Gadjah Mada press. Jogyakarta Halaman : 7-11 Young, Hugh.2001.”FISIKA UNIVERSITAS”.edisi kesepuluh,jilid II. Erlangga. Jakarta Halaman : 497-501 http: //putrakalimas.blogspot.com/2011/01/refraktormeter-abb.html Medan, 17 Oktober 2012 Asisten, Praktikan, (Faisal Sibuea) (Rinto Pangaribuan) NAMA : RINTO PANGARIBUAN NIM : 110801050 ASISTEN : FAISAL SIBUEA TUGAS PERSIAPAN : REFRAKTOMETER ABBE 1.Jelaskan cara mempolarisasikan cahaya dan sifat-sifat cahaya! Jawab: Cahaya terpolarisasi didapatkan dengan cara sbb : Polarisasi Karena Pemantulan Berkas sinar alami (sinar yang belum terpolarisasi) dijatuhkan dari medium udara, ke medium kaca (cermin datar). Dengan sudut datang i = 57o, maka sinar yang dipantulkan sudah terpolarisasi, seperti pada gambar berikut: 2. Polarisasi Karena Pemantulan dan Pembiasan Berkas Sinar alami melalui suatu medium kaca,akan dipantulakna dan dibiaskan. Sinar perpolarisasi bila sudut pantuk dan sudut bias membentuk sudut 90, seperti pada gambar Dari peristiwa pemantulan dan pembiasan akan diperoleh Rumus Brewster, Sbb : ip + r = 9o, r = 90 -ip n2/n1 = sin ip/sin r = sin ip/sin (90-ip) = sin ip/cos ip = tg ip n2/n1 = tg ip 3. Polarisasi karena penyerapan selektif. Polarisasi dengan penyerapan selektif diperoleh dengan memasang dua buah polaroid, yaitu Polarisator dan Analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi, sedangkan Analisator untuk mengetahui apakah cahaya sudah terpolarisasi atau belum, seperti pada gambar berikut Sifat-sifat cahaya: Cahaya merambat lurus: misalnya cahaya matahari yang masuk melalui celah atau jendela adalah merambat lurus. Cahaya menembus benda bening: kaca yang bening dapat ditembus oleh cahaya matahari. Apabila kaca jendela rumahmu ditutup denagn karton, maka cahaya tidak akan dapat masuk. Hal ini membuktikan bahwa cahaya hanya dapat menembus benda yang bening. Cahaya dapat dipantulkan. 2.Jelaskan secara singkat sistem kerja alat refraktometer ABBE! Jawab: Refraktometer ABBE adalah alat pengukur indeks bias suatu zat cair yang mempunyai indeks bias 1,3 dan 1,7. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada sudut kritis. Refraktometer terdiri dari sebuah teleskop dengan 2 prisma pembias P dan P’, dan prisma amici K1 dan K2, dan cermin datar sebagai pemantul objek. Objek yang diukur indeks biasnya diletakkan diantara prisma P dan P’. Tiap sistem prisma K1 dan K2 terdiri dari masing-masing tiga prisma yang ditempelkan. Sistem ini dinamakan kompensator. 3 prisma ini terdiri dari 2 buah lensa korona dan 1 buah lensa flinta. Kompensator berfungsi untuk menjadikan sinar polikromatik menjadi (spektrum) sinar monokromatik, dari suatu sumber cahaya K1 dan K2,P dan Pcermin. Indeks bias zat cair yang diamati harus lebih kecil dari indeks bias n. Besar n tergantung daripada panjang gelombang cahaya monokromatik yang digunakan. Cahaya yang digunakan adalah cahaya kuning. Cahaya kuning yang melewati kompensator akan diteruskan tanpa mengalami deviasi. Dispersi dapat menjadi nol, bila alas kedua prisma amici sejajar dan saling terbalik. Tiap kali pengukuran n kompensator distel sedemikian rupa sehingga batas terang dan gelap dalam teleskop tidak terlihat adanya warna lagi. 3.Cari beberapa indeks bias dan konsentrasi larutan masing-masing 5! Jawab: Indeks bias: Minyak indeks biasnya yaitu 1,45 Air indeks biasnya yaitu 1,33 Alkohol indeks biasnya 1.36 Gliserin indeks biasnya 1,47 Intan indeks biasnya 2,42 Konsentrasi larutan: 4.Jelaskan pengertian dari: Dispersi Polarisasi Refraksi Spektrum Jawab : Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik ( putih ) menjadi cahaya – cahaya monokromatik ( me , ji , ku, hi, bi, ni, u ) pada prisma lewat pembelokan atau pembiasan. Polarisasi adalah peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang acak menjadi satu arah getar. Refraksi adalah pembengkokan sinar cahaya ketika melewati permukaan antara satu bahan transparan dengan bahan lainnya. Spektrum cahaya adalah Energi dengan bentuk gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 380 – 750. PERCOBAAN KE II REFRAKTOMETER ABBE I. TUJUAN 1. Untuk menentukan indeks sampel 2. Untuk mengetahui range konsentrasi sampel 3. Untuk mengetahui cara kerja refraktometer II. LANDASAN TEORI Refraktormeter adalah alat yang diguanakan untuk mengukur kadar/ konsetrasi bahan terlarut misalnya: Gula, Garam, Protein dan sebagainya. Alat ini pertama ditemukan oleh Ernest Abbe ( 1840 – 1905 ) yang bekerja untuk perusahaan Zeiss di Jena, Jerman pada akhir 1800-an. Instrumet pertama terdiri dari thermometer dan air yang bersirkulasi yang berfungsi untuk mengontrol suhu instrumen dan cairan. Kegunaan Refratometer abbe adalah : dapat digunakan untuk mengukur bermacam – macam indeks bias suatu larutan dan dapat digunkan mengukur untuk kadar tetapi kita harus membuat kurva standar. Prinsip pengukurannya adalah dengan sinar yang ditransmisikan sinar kasa/ sumber sinar prisma sampel teleskop. (http: //putrakalimas.blogspot.com/2011/01/refraktormeter-abb.html) Hukum – hukum Snellius merupakan dasar optikal geometris dan berbunyi sebagai berikut : sinar datang, normal, sinar pantul, dan sinar bias semuanya terletak disatu bidang datar sudut pantul sama dengan sudut datang perbandingan antara sinus sudut datang dan sinus sudut bias adalah tetap, artinya tak tergantung pada besar sudut datang. Seperti telah dikemukan diatas perbandingan sinus tersebut dinamakan indeks bias medium dipihak sinar datang. Hukum Snellius yang asli mengatakan bahwa perbandingan cosec sudut itu yang tetap. dan adalah Descartes yang mengatakan bahwa perbandingan sinus sudut yang tetap. Sudah tentu kedua pernyataan itu pada hakekatnya identis dan yang sekarang lazim dipakai ialah pernyataan Descartes dalam perumusan hukum Snellius. sin⁡〖∝1〗/(sin β)=v''/v……………….(2.1) Yang tak lain ialah perbandingan kecepatan cahaya di pihak sinar bias dengan yang di pihak sinar datang. Perbandingan itu sudah tentu berupa tetapan yang tak tergantung pada besar sudut datang. Dengan hipotesis Huygens ditinjau berkas sinar – sianr cahaya dengan medan gelombang. Pada sat gelombang dari B mencapai B’, gelombang dari A sudah memancar sampai permukaan bola berjari – jari r untuk medium diatas bidang batas dan berjari – jari r‘ untuk medium dibawah bidang batas tersebut. Maka medan gelombang pantul ialah bidang yang melalui B’ dan menyinggung bola berjari – jari r di A’ di medium atas, sedang medan gelombang bias ialah bidang yang juga melalui B’ tetapi medium bola berjari – jari r’ di A’ di medium bawah. Sudah tentu BB’ = r dan r’: r = v’ : v serta perhatikan bahwa ∆ AA’B’ = ̃ ∆ B’BA sebab AA’ = r = BB’ Sehingga ∝_1 = 〖90〗^0 - ∅_2. Untuk meningkatkan pemisahan warna, kita dapat menggunakan prisma kaca padat dengan penampang melintang segitiga, seperti dalam gambar. Dispersi pada permukaan pertama kemudian ditingkatkan pada permukaan kedua. Contoh yang paling menakjubkan dari dispersi kromatik adalah pelangi. Ketika cahaya putih matahari dipertemukan dengan tetesan hujan, beberapa cahaya dibiaskan ke dalam tetesan, dipantulkan dari permukaan dalam tetesan. Sama halnya dengan prisma, pembiasan pertama memisahkan cahaya matahari menjadi komponen-komponen warnanya, dan pembiasan kedua meningkatkan pemisahan. Pelangi yang kita lihat terbentuk dari cahaya yang dibiaskan oleh banyaknya tetesan-tetesan. Warna merah terbentuk dari sudut tetesan yang lebih besar di langit, warna biru terbentuk dari sudut tetesan yang lebih kecil, dan warna pertengahan dari sudut pertengahan. Semua tetesan mengirimkan warna yang terpisah-pisah dengan sudut sekitar 〖42〗^0 dari titik yang mengarah berlawanan dengan matahari dalam penglihatan kita. Jika curah hujan tinggi dan cahaya bersinar terang, kita akan melihat busur melingkar dari warna dengan warna merah pada bagian atas dan biru pada bagian bawah. Pelangi itu adalah khusus karena pengamat lain memotong dari tetesan lainnya. ( David,Halliday,1984) Pada umumnya, sebagian gelombang itu direfleksikan dan sebagian lagi direfraksikan (ditransmisikan) ke dalam material kedua. Contoh, bila kita memandang ke dalam jendela restoran dari jalan, maka kita melihat refleksi pemandangan di jalan, tetapi seorang yang berada di dalam restoran itu dapat memandang ke luar melalui jendela dengan pemandangan sama karena cahaya mencapai orang itu dengan refraksi. Indeks refraksi ( indeks of refraction) dari sebuah material optik ( juga dinamakan indeks refraktif ), yang dinyatakan dengan n, memainkan peranan penting dalam optika geometric. Indeks refraksi ini adalah rasio dari laju cahaya c dalam ruang hampa terhadap laju cahaya v dalam material itu: n=c/v (indeks refraksi) ……………………………………………….(2.17) cahaya selalu berjalan lebih lambat di dalam material daripada di dalam ruang hampa, sehingga nilai n dalam medium apapun selain ruang hampa selalu lebih besar daripada satu. Untuk ruang hampa, n=1. Karena n adalah rasio dari dua laju, maka n adalah bilangan murni tanpa satuan. (Hubungan nilai n dengan sifat listrik dan sifat magnetic suatu material akan dijelaskan. Kajian eksperimental mengenai arah sinar masu, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan pada antarmuka yang halus di antara dua material optik bermunculan kesimpulan-kesimpulan berikut: Sinar yang masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan dan normal terhadap permukaan semuanya terletak pada bidang yang sama. Bidang dari ketiga sinar itu tegak lurus terhadap bidang permukaan batas di antara kedua material tersebut. Kita selalu menggambarkan diagram sinar sehingga sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinaryang direfraksikan berada dalam bidang diagram. Sudut refleksi ∅, sama dengan sudut masuk ∅_a untuk semua panjang gelombang dan untuk setiap pasangan material. Yakni , dalam rumus: ∅_r = ∅_a (hukum reflex……….…..………(2.18) Hubungan ini, bersama-sama dengan pengamatan bahwa sinar masuk dan sinar yang direfleksikan dan normal, semuanya terletak pada bidang yang sama, yang dinamakan hukum refleksi (law of reflection). Untuk cahaya monokromotik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b, pada sisi-sisi yang berlawanan dari antarmuka itu, rasio dari sinus sudut ∅_a dan ∅_b, di mana kedua sudut itu diukur dari normal terhadap permukaan, sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks refraksi: sin⁡〖∅_a 〗/sin⁡〖∅_b 〗 = n_b/n_a , ..…..……………………..(2.19) atau n_(a ) sin ∅_a = n_bsin ∅_b (hukum refraks….……..…..(2.20) Hasil eksperimen ini, bersama-sama dengan pengamatan bahwa sinar masuk dari sinar yang direfraksikan dan normal semuanya terletak dalam bidang yang sama, dinamakan hukum refraksi (law of refraction) atau hukum snellius (snell’s law), untuk menghormati ilmuwan belanda Willebrord Snell (1591-1626). Ada beberapa keraguan apakah betul-betul Snellius yang menemukannya. Penemuan bahwa n =c/v baru muncul kemudian. Persamaan (34.3) dan (34.4) memperlihatkan bahwa bila sebuah sinar lewat dari satu material (a) ke dalam material lain (b) yang mempunyai indeks refraksi yang lebih besar (n_b> n_a) dan karena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih lambat, maka sudut ∅_b dengan normal lebih kecil dalam material kedua daripada sudut ∅ dalam material pertama; maka sinar itu dibelokkan mendekati normal. Bila material kedua itu mempunyai indeks refraksi yang lebik kecil daripada material pertama (n_b < n_a) dank arena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih cepat, maka sinar itu dibelokkan menjauhi normal. Ini menerangkan mengapa sebuah mistar yang dicelupkan sebagian atau pipa sedotan air minum terlihat dibengkokkan; sinar cahaya yang datang dari bawah permukaan berubah arah pada antarmuka udara-air; sehingga sinar itu muncul seakan-akan datang dari sebuah posisi di atas titik asal yang sesungguhnya. Sebuah kasus khusus yang penting adalah refraksi yang terjadi pada antarmuka di antara ruang hampa, di mana indeks refraksi menurut definisi adalah satu, dan merupakan sebuah material. Bila sebuah sinar lewat dari ruang hampa ke dalam suatu material (b), sehingga n_a = 1 dan n_b >1, maka sinar itu selalu dibelokkan mendekati normal. Bila sinar lewat dari suatu material ke dalam ruang hampa, sehingga n_(a )>1 dan n_b = 1, sinar itu selalu dibelokkan menjauhi normal. Tak perduli apapun material pada masing-masing sisi dari antarmuka itu, sinar yang ditransmisikan itu tidak dibelokkan sama sekali dalam kasus khusus, arah masuk normal, di mana sinar masuk adalah tegak lurus terhadap antarmuka sehingga ∅_a= 0 dan sin ∅_a=0. Dari persamaan (34.4) ini berarti bahwa ∅_b juga sama dengan nol, sehingga sinar yang ditransmisikan juga tegak lurus terhadap antarmuka. Hukum refleksi dan hukum refraksi berlaku tanpa memandang dari sisi mana dari antarmuka itu sinar masuk tersebut datang. Jika sinar cahaya mendekati antarmuka dalam gambar tersebut. Dari kanan dan bukan dari kiri, maka sekali lagi ada sinar yang direfleksikan dan sinar yang direfraksikan; kedua sinar ini, sinar masuk dan normal terhadap permukaan sekali lagi terletak pada bidang yang sama. Lagi pula, lintasan sebuah sinar yang direfraksikan dapat dibalik (reversible); lintasan ini mengikuti lintasan yang sama bila pergi dari b ke a seperti bila pergi dari a ke b. (kita dapat membuktikan ini dengan menggunakan persamaan (34.4) ). Karena sinar yang direfleksikan dan sinar masuk membuat sudut yang sama dengan normal, maka lintasan sebuah sinar yang direfleksikan juga dapat dibalik. Itulah sebabnya mengapa bila kita melihat mata seseorang dalam cermin, orang itu dapat juga melihat kita. Intensitas sinar yang direfleksikan dan intensitas sinar yang direfraksikan bergantung pada sudut masuk, kedua indeks refraksi, dan polarisasi (yakni, arah vector medan listrik) dari sinar masuk. Fraksi yang direfleksikan merupakan yang paling kecil pada arah masuk normal (∅_a=0^0), sekitar 4% untuk antarmuka udara-kaca, fraksi ini semakin bertambah seiring dengan sudut masuk yang semakin besar hingga mencapai 100% pada arah masuk yang menyinggung (menyentuh) permukaan batas, ketika ∅_a= 〖90〗^0. Walaupan kita telah menjelaskan hukum reflaksi dan hukum refraksi sebagai hasil eksperimen. Namun hukum-hukun itu juga dapat diturunkan dari sebuah model gelombang dengan menggunakan persamaan Maxwell. Analisis ini juga memungkinkan kita untuk meramalkan amplitudo, intensitas, fasa, dan keadaan polarisasi dari gelombang yang direfleksikan dan gelombang yang direfraksikan. Akan tetapi, analisis ini berada di luar pembahasan. (Hugh D.Young, 2001) Dalam ruang bebas ε = ε_0 dan μ = μ_0 dan kecepatan fase sama dengan c, kecepatan cahaya. Dalam medium μ = μ_0 tetapi ϵ kurang dari ε_0. Karena itu, kecepatan fase ionosfer lebih besar dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Namun, kecepatan grup tidak melebihi c. Indeks bias ( refraksi ) medium terionisasi disbanding dengan ruang bebas diberikan oleh: n = c/v_p = ε/ϵ_0 ………………………………( 2.21) Misalkan, bahwa gelombang radio masuk ke dalam ionosfer dari medium tanpa terionisasi di bawahnya. Karena kecepatan fase dalamionosfer lebih besar, indeks bias lebih kecil. Jadi, ionosfer berlaku sebagai medium yang kurang rapat. Akibatnya, pada pembatasan media, sinar yang datang akan membelok dari garis lurus dan akan bergerak dalam ionosfer menurun arah menjauhi geris normal yang ditarik pada titik pertemuan. Pada saat gelombang masuk lebih dalam ke dalam lapisan di mana rapat electron berangsur-angsur naik, n berangsur-angsur turun. Untuk sudut datang vertikal, ∅_r = 0, dan sehingga n = o pada titik pantul. Pada peristiwa sudut datang vertikal, frekuensi maksimum yang akan dipantulkan kembali ke bumi dari lapisan ionosfer dinamakan frekuensi kritis lapisan, dan diberi tanda f_c. Hubungan antara frekuensi kritis (f_c) dan rapat electron puncak (N_(m ))adalah sebagai berikut: f_c = 9√(N_(m ) ) …………………………………….(2.22) Persamaan ini, yang dikenal hukum secan, memberi hubungan antara frekuensi f dari sinyal terpantul untuk sudut datang dengan frekuensi kritis untuk harga rapat electron yang diketahui. Harga sudut datang maksimum untuk lapisan yang diketahui diperoleh, kalau sinar meninggalkan bumi menyinggung permukaan bumi . kita anggap bahwa gelombang radio yang mempunyai frekuensi lebih besar daripada frekuensi kritis dari suatu lapisan jatuh pada lapisan tersebut. (D. Chattopadhyay, 1989 ) III. PERALATAN DAN FUNGSI 3.1 Peralatan 1. Refraktometer a. Terong : untuk mengamati skala pada refraktometer b. Prisma : untuk menghamburkan cahaya c. Eliminator : sebagai alat untuk mendinginka d. Bola lampu 8 V 0,15 A : sebagai sumber cahaya agar di dapat dua warna yang berbeda 2. Pipet tetes :untuk meneteskan bahan yang akan diamati ke refrakto meter 3. Tissue : untuk membersihkan permukaan prisma refraktometer 4.Tissue basah : untuk membersihkan permukaan prisma 3.2 Bahan Tebu (pucuk) Tebu (tengah) Tebu (pangkal) Sirup marqisa Yakult Sirup kurnia Scot’s emulsion Susu coklat Susu putih IV. PROSEDUR KERJA Disiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan Dihubungkan refrakto dengan eliminator sebagai sumber tegangan AC Dipasang lampu 8V ke refraktometer dengan baik Diatur skala pada refraktometer sampai nol searah jarum jam Dibersihkan kedua prisma dengan menggunakan tissue (jangan pernah menggunakan alcohol pada tissue pembersih karena akan merusak prisma pada refrakto) Diteteskan aquades tepat pada permukaan prisma dan tidak mengenai tepi prisma. (dalam hal ini tidak ada gelombang udara pada bahan yang di teteskan) Untuk menentukan indeks bias, dipastikan warna pada refrakto menjadi dua warna. Diamati skala pada refraktometer (dalam hal ini terdapat dua skala pada refraktometer, pada skala bagian atas digunakan untuk menentukan indeks bias larutan,dan untuk skkala bagian bawah digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan). Dicatat hasil yang diperoleh Diulangi langkah 4-9 untuk sampel yang lain. V. GAMBAR PERALATAN VII.ANALISA DATA Menghitung Konsentrasi Tiap Sampel Hitung (C ) ̅ = C_(1+C_2+C_3 )/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (17+17+17)/3 = 17 b. Air Tebu Bagian Tengah (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (17,5+17,5+17,5)/3 = 17,5 c. Air Tebu Bagian Ujung (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (18+18+18,5)/3 = 18,16 d. Sirup Marqisa (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (16,5+16,5+16)/3 = 16,33 e. Yakult (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (19,5+21+21,5)/3 = 20,66 f. Sirup Kurnia (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (64+64+65)/3 = 64,33 g. Scott’s Emulsion (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (39,5+39+37)/3 = 38,5 h. Susu Coklat (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (16,5+16+15)/3 = 15,83 i. Susu Putih (C ) ̅= (C_1+C_2+C_3)/3 = (8,5+8+7)/3 = 7,83 Hitung ∆C_n = |C ̅-C_n | Air Tebu Bagian Pucuk ∆ C_1= |17-17|= 0 ∆ C_2= |17-17|= 0 ∆ C_3= |17-17|= 0 Air Tebu Bagian Tengah ∆ C_1= |17,5-17,5|= 0 ∆ C_2= |17,5-17,5|= 0 ∆ C_3= |17,5-17,5|= 0 Air Tebu Bagian Ujung ∆ C_1= |18,16-18|= 0,16 ∆ C_2= |18,16-18|= 0,16 ∆ C_3= |18,16-18,5|= 0,34 d. Sirup Marqisa ∆ C_1= |16,33-16,5|= 0,17 ∆ C_2= |16,33-16,5|= 0,17 ∆ C_3= |16,33-16|= 0,53 e. Yakult ∆ C_1= |20,66-19,5|= 0,17 ∆ C_2= |20,66-21|= 0,17 ∆ C_3= |20,66-21,5|= 0,33 f. Sirup Kurnia ∆ C_1= |64,33-64|= 0,33 ∆ C_2= |64,33-64|= 0,33 ∆ C_3= |64,33-65|= 0,67 g. Scott’s Emulsion ∆ C_1= |38,5-39,5|= 1 ∆ C_2= |38,5-39|= 0,5 ∆ C_3= |38,5-37|= 1,5 h. Susu Coklat ∆ C_1= |15,83-16,5|=0,67 ∆ C_2= |15,83-16|= 0,17 ∆ C_3= |15,83-15|= 0,83 i. Susu Putih ∆ C_1= |7,83-8,5|= 0,67 ∆ C_2= |7,83-8|= 0,17 ∆ C_3= |7,83-7|= 0,83 3. Hitung ∆(C_n ) ̅ = (∆C_1+ ∆C_2+ ∆C_3)/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk ∆(C_n ) ̅ = (0+0+0)/3 = 0 b. Air Tebu Bagian Tengah ∆(C_n ) ̅ = (0+ 0+ 0)/3 = 0 c. Air Tebu Bagian Ujung ∆(C_n ) ̅ = (0,16+0,16+(0,34))/3 = 0,22 d. Sirup Marqisa ∆(C_n ) ̅ = ((0,17)+(0,17)+(0,33))/3 = 0,223 e. Yakult ∆(C_n ) ̅ = (1,16+(0,34)+(0,84))/3 = 0,78 f. Sirup Kurnia ∆(C_n ) ̅ = (0,33+0,33+0,67))/3 = 0,443 g. Scott’s Emulsion ∆(C_n ) ̅ = ((1)+(0,5)+1,5)/3 = 1 h. Susu Coklat ∆(C_n ) ̅ = ((0,67)+(0,17)+0,83)/3 = 0,556 i. Susu Putih ∆(C_n ) ̅ = ((0,67)+(0,17)+0,83)/3 = 0,556 4. Hitung Range Konsentrasi Tiap Sample C_n± ∆(C_n ) ̅ a. Air Tebu Bagian Pucuk C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 17+(0) = 17 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 17+(0) = 17 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 17+(0) = 17 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 17-(0) = 17 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 17-(0) = 17 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 17-(0) = 17 b. Air Tebu Bagian Tengah C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 17,5+0 = 0 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 17,5+0 = 0 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 17,5+0= 0 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 17,5- 0= 0 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 17,5- 0 = 0 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 17,5-0 = 0 c. Air Tebu Bagian Ujung C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 18+ (0,006)= 18,006 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 18+(0,006)= 18,006 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 18,5+(0,006)= 18,506 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 18-(0,006)= 17,994 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 18- (0,006)= 17,994 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 18- (0,006)= 18,494 d. Sirup Marqisa C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 16,5+(0 ,003)= 16, 503 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 16,5+(0 ,003)= 16,503 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 16+(0 ,003)= 16, 003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 16,5-(0,003)= 16,497 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 16,5-(0,003)= 16,497 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 16-(0,003)= 15,997 e. Yakult C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 19,5+(0,003)=19,506 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 21+(0,003)= 21,006 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 21,5+(0,003)=21,506 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 19,5-(0,003)= 19,494 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 21-(0,003)=20,994 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 21,5-(0,003)= 21,494 f. Sirup Kurnia C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 64+(0,003)= 64,003 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 64+(0,003)= 64,003 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 65+(0,003)= 65,003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 64-(0,003)= 63,997 C_2- ∆(C_2 ) ̅ = 64-(0,003)= 63,997 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 65-(0,003)= 64,997 g. Scott’s Emulsion C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 39,5+0=39,5 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 39+0=39 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 37+0=37 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 39,5-(0)=39,5 C_2 - ∆(C_2 ) ̅ = 39-(0)=39 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 37-(0)=37 h. Susu Coklat C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 16,5+(0,003)=16,503 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 16+(0,003)= 16,003 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 15+(0,003)= 15,003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 16,5-(0,003)= 16,497 C_2 - ∆(C_2 ) ̅ = 16-(0,003)= 15,997 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 15-(0,003)= 14,997 i. Susu Putih C_1 + ∆(C_1 ) ̅ = 8,5+(0,003)= 8,503 C_2 + ∆(C_2 ) ̅ = 8+(0.003)= 8,003 C_3 + ∆(C_3 ) ̅ = 7+(0,003)= 7,003 C_1 - ∆(C_1 ) ̅ = 8,5-(0,003)= 8,497 C_2 - ∆(C_2 ) ̅ = 8-(0,003)= 7,997 C_3 - ∆(C_3 ) ̅ = 7-(0,003)= 6,997 Menghitung Indeks Bias Tiap Sampel 1. Hitung Nilai (n ) ̅ = n_(1+n_2+n_3 )/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,358+1,359+1,359)/3 = 1,358 b. Air Tebu Bagian Tengah (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,36+1,39+1,96)/3 = 1,57 c. Air Tebu Bagian Ujung (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,361+1,361+1,36)/3 = 1,306 d. Sirup Marqisa (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,358+1,385+1,337)/3 = 1,36 e. Yakult (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,363+1,365+1,366)/3 = 1,364 f. Sirup Kurnia (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,451+1,451+1,453)/3 = 1,451 g. Scott’s Emulsion (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,399+1,399+1,355)/3 = 1,389 h. Susu Coklat (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,38+1,358+1,355)/3 = 1,364 i. Susu Putih (n ) ̅= (n_1+n_2+n_3)/3 = (1,346+1,344+1,343)/3 = 1,344 2. Hitung ∆N_n = |n ̅-N_n | a.Air Tebu Bagian Pucuk ∆ n_1= |1,358-1,358|= 0 ∆ n_2= |1,358-1,359|= 0,001 ∆ n_3= |1,358-1,359|= 0,001 b. Air Tebu Bagian Tengah ∆ n_1= |1,57-1,36|= 0,21 ∆ n_2= |1,57-1,39|= 0,18 ∆ n_3= |1,57-1,96|= 0,39 c. Air Tebu Bagian Ujung ∆ n_1= |1,306-1,361|= 0,055 ∆ n_2= |1,306-1,361|= 0,055 ∆ n_3= |1,306-1,36|= 0,324 d. Sirup Marqisa ∆ n_1= |1,36-1,358|= 0,002 ∆ n_2= |1,36-1,385|= 0,025 ∆ n_3= |1,36-1,337|= 0,023 e. Yakult ∆ n_1= |1,364-1,363|= 0,001 ∆ n_2= |1,364-1,365|= 0,001 ∆ n_3= |1,364-1,366|= 0,002 f. Sirup Kurnia ∆ n_1= |1,451-1,451|= 0 ∆ n_2= |1,451-1,451|= 0 ∆ n_3= |1,451-1,453|= 0,002 g. Scott’s Emulsion ∆ n_1= |1,389-1,399|= 0,01 ∆ n= |1,389-1,399|= 0,01 ∆ n= |1,389-1,396|= 0,007 h. Susu Coklat ∆ n_1= |1,364-1,38|= 0,016 ∆ n_2= |1,364-1,358|= 0,006 ∆ n_3= |1,364-1,355|= 0,009 i. Susu Putih ∆ n_1= |1,344-1,346|= 0,002 ∆ n_2= |1,344-1,344|= 0 ∆ n_3= |1,344-1,343|= 0,001 3. Hitung ∆(N_n ) ̅ = (∆n_1+ ∆n_2+ ∆n_3)/3 a. Air Tebu Bagian Pucuk ∆(N_n ) ̅ = (0+(0,001)+(0,001))/3 = 0,0006 b. Air Tebu Bagian Tengah ∆(N_n ) ̅ = (0,21+ 0,18+(0,39))/3 = 0,26 c. Air Tebu Bagian Ujung ∆(N_n ) ̅ = -((0,055)+(0,055)+( 0,324))/3 = 0,144 d. Sirup Marqisa ∆(N_n ) ̅ = (0,002+(0,025)+(0,023))/3 = 0,016 e. Yakult ∆(N_n ) ̅ =(0,001+(0,001)+(0,02))/3 = 0,0006 f. Sirup Kurnia ∆(N_n ) ̅ = (0+(0)+(0,002))/3 = 0,0006 g. Scott’s Emulsion ∆(N_n ) ̅ = ((0,01)+(0,01)+(0,007))/3 = 0,027 h. Susu Coklat ∆(N_n ) ̅ = ( 0,0016+(0,006) +0,009)/3 = 0,010 i. Susu Putih ∆(N_n ) ̅ = (( 0,002)+ 0+ 0,001)/3 = 0,001 4. Hitung Range Indeks Bias Tiap Sample N_n± ∆(N_n ) ̅ a. Air Tebu Bagian Pucuk N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,358+(0,0006) = 1,3586 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,359+(0,0006) = 1,3596 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,359+ (0,0006) = 1,3596 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,358-(0,0006) = 1,3574 N_2- ∆(N_2 ) ̅ = 1,359- ( 0,0006) = 1,3584 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,359 - (0,0006) =1,3584 b. Air Tebu Bagian Tengah N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,36 + 0,26 = 1,62 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,39 + 0,26 = 1,65 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,96 + 0,26 = 2,22 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,36 - 0,26 = 1,1 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,39 - 0,26 =0,93 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,96 – 0,26 =1,7 c. Air Tebu Bagian Ujung N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,361+(0,144) = 1,505 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,361+( 0,144) = 1,505 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,36+(0,144) = 1,504 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,361 - (0,144) = 1,217 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,361 - (0,144) = 1,217 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,36 - (0,144) = 1,216 d. Sirup Marqisa N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,358+ 0,016 = 1,374 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,385+ 0,016 = 1,4011 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,377+0,016 = 1,353 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,358- 0,016 = 1,342 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,385- 0,016 = 1,369 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,377- 0,016 = 1,321 e. Yakult N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,363+ (0,0013) =1,3643 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,365 + (0,0013) = 1,3663 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,366+ (0,0013) = 1,3673 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,363 - (0,0013) = 1,3617 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,365 - (0,0013) = 1,3637 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,366 - (0,0013) = 1,3647 f. Sirup Kurnia N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,451 + (0,0006) = 1,4516 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,451+ ( 0,0006) = 1,4516 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,453 + (0,0006) = 1,4536 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,451 - (0,0006) = 1,4504 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,451 - (0,0006) = 1,4504 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,453 - (0,0006) = 1,4536 g. Scoot’s Emulsion N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,399 + (0,027) =1,478 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,399+(0,027) =1,478 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,396+(0,027) =1,48 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,399 - (0,027) = 1,424 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,399 - (0,027) = 1,424 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,396 - (0,027) = 1,426 h.Susu Coklat N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,38 + (0,01) = 1,39 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,358 + (0,01) = 1,368 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,355 + (0,01) = 1,365 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,38 - (0,01) = 1,37 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,358 - (0,01) = 1,348 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,355 - (0,01) = 1,345 i. Susu Putih N_1 + ∆(N_1 ) ̅ = 1,346 + (0,001) = 1,347 N_2 + ∆(N_2 ) ̅ = 1,344+ (0,001) = 1,345 N_3 + ∆(N_3 ) ̅ = 1,343+ (0,001) = 1,344 N_1 - ∆(N_1 ) ̅ = 1,346- (0,001) = 1,345 N_2 - ∆(N_2 ) ̅ = 1,344 - (0,001) = 1,343 N_3 - ∆(N_3 ) ̅ = 1,343 - (0,001) = 1,342 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Untuk menentukan indeks bias suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus: - Hitung Nilai (n ) ̅ = n_(1+n_2+n_3 )/3 - Hitung ∆N_n = |n ̅-N_n | - Hitung ∆(N_n ) ̅ = (∆n_1+ ∆n_2+ ∆n_3)/3 - Hitung Range Indeks Bias Tiap Sample N_n± ∆(N_n ) ̅ 2. Untuk menentukan konsentrasi (mol) suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus: - Hitung (C ) ̅ = C_(1+C_2+C_3 )/3 - Hitung ∆C_n = |C ̅-C_n | - Hitung ∆(C_n ) ̅ = (∆C_1+ ∆C_2+ ∆C_3)/3 - Hitung Range Konsentrasi Tiap Sample C_n± ∆(C_n ) ̅ 3. Refraktometer ABBE adalah alat pengukur indeks bias suatu zat cair yang mempunyai indeks bias 1,3 dan 1,7. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada sudut kritis. Refraktometer terdiri dari sebuah teleskop dengan 2 prisma pembias P dan P’, dan prisma amici K1 dan K2, dan cermin datar sebagai pemantul objek. Objek yang diukur indeks biasnya diletakkan diantara prisma P dan P’. Tiap sistem prisma K1 dan K2 terdiri dari masing-masing tiga prisma yang ditempelkan. Sistem ini dinamakan kompensator. 3 prisma ini terdiri dari 2 buah lensa korona dan 1 buah lensa flinta. Kompensator berfungsi untuk menjadikan sinar polikromatik menjadi (spektrum) sinar monokromatik, dari suatu sumber cahaya K1 dan K2,P dan Pcermin. Indeks bias zat cair yang diamati harus lebih kecil dari indeks bias n. Besar n tergantung daripada panjang gelombang cahaya monokromatik yang digunakan. Cahaya yang digunakan adalah cahaya kuning. Cahaya kuning yang melewati kompensator akan diteruskan tanpa mengalami deviasi. Dispersi dapat menjadi nol, bila alas kedua prisma amici sejajar dan saling terbalik. Tiap kali pengukuran n kompensator distel sedemikian rupa sehingga batas terang dan gelap dalam teleskop yang akan kita lihat tidak tampak adanya warna lagi. 8.2. Saran Sebaiknya praktikan selanjutnya membersihkan prisma dengan bersih agar sampel berikutnya dapat diamati dengan baik. Sebaiknya praktikan berikutnya teliti melihat skala yang ada pada refraktometer agar hasil yang di dapat lebih baik. Sebaiknya praktikan berikutnya lebih teliti saat meneteskan sampel ke prisma agar tidak mengenai tepi prisma. Sebaiknya praktikan menghindari gelembung udara pada tetesan sampel. DAFTAR PUSTAKA Chattopadhyay, D.1989.”DASAR ELEKTRONIKA”.Erlangga. Jakarta Halaman : 365-369 Halliday, David.1984.”DASAR DASAR FISIKA”.jilid II. Binapura aksara. Jakarta Halaman : 553-558 Soedojo, Peter.1992.”AZAS-AZAS ILMU FISIKA”.jilid III. Gadjah Mada press. Jogyakarta Halaman : 7-11 Young, Hugh.2001.”FISIKA UNIVERSITAS”.edisi kesepuluh,jilid II. Erlangga. Jakarta Halaman : 497-501 http: //putrakalimas.blogspot.com/2011/01/refraktormeter-abb.html Medan, 17 Oktober 2012 Asisten, Praktikan, (Faisal Sibuea) (Rinto Pangaribuan) NAMA : RINTO PANGARIBUAN NIM : 110801050 ASISTEN : FAISAL SIBUEA TUGAS PERSIAPAN : REFRAKTOMETER ABBE 1.Jelaskan cara mempolarisasikan cahaya dan sifat-sifat cahaya! Jawab: Cahaya terpolarisasi didapatkan dengan cara sbb : Polarisasi Karena Pemantulan Berkas sinar alami (sinar yang belum terpolarisasi) dijatuhkan dari medium udara, ke medium kaca (cermin datar). Dengan sudut datang i = 57o, maka sinar yang dipantulkan sudah terpolarisasi, seperti pada gambar berikut: 2. Polarisasi Karena Pemantulan dan Pembiasan Berkas Sinar alami melalui suatu medium kaca,akan dipantulakna dan dibiaskan. Sinar perpolarisasi bila sudut pantuk dan sudut bias membentuk sudut 90, seperti pada gambar Dari peristiwa pemantulan dan pembiasan akan diperoleh Rumus Brewster, Sbb : ip + r = 9o, r = 90 -ip n2/n1 = sin ip/sin r = sin ip/sin (90-ip) = sin ip/cos ip = tg ip n2/n1 = tg ip 3. Polarisasi karena penyerapan selektif. Polarisasi dengan penyerapan selektif diperoleh dengan memasang dua buah polaroid, yaitu Polarisator dan Analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi, sedangkan Analisator untuk mengetahui apakah cahaya sudah terpolarisasi atau belum, seperti pada gambar berikut Sifat-sifat cahaya: Cahaya merambat lurus: misalnya cahaya matahari yang masuk melalui celah atau jendela adalah merambat lurus. Cahaya menembus benda bening: kaca yang bening dapat ditembus oleh cahaya matahari. Apabila kaca jendela rumahmu ditutup denagn karton, maka cahaya tidak akan dapat masuk. Hal ini membuktikan bahwa cahaya hanya dapat menembus benda yang bening. Cahaya dapat dipantulkan. 2.Jelaskan secara singkat sistem kerja alat refraktometer ABBE! Jawab: Refraktometer ABBE adalah alat pengukur indeks bias suatu zat cair yang mempunyai indeks bias 1,3 dan 1,7. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada sudut kritis. Refraktometer terdiri dari sebuah teleskop dengan 2 prisma pembias P dan P’, dan prisma amici K1 dan K2, dan cermin datar sebagai pemantul objek. Objek yang diukur indeks biasnya diletakkan diantara prisma P dan P’. Tiap sistem prisma K1 dan K2 terdiri dari masing-masing tiga prisma yang ditempelkan. Sistem ini dinamakan kompensator. 3 prisma ini terdiri dari 2 buah lensa korona dan 1 buah lensa flinta. Kompensator berfungsi untuk menjadikan sinar polikromatik menjadi (spektrum) sinar monokromatik, dari suatu sumber cahaya K1 dan K2,P dan Pcermin. Indeks bias zat cair yang diamati harus lebih kecil dari indeks bias n. Besar n tergantung daripada panjang gelombang cahaya monokromatik yang digunakan. Cahaya yang digunakan adalah cahaya kuning. Cahaya kuning yang melewati kompensator akan diteruskan tanpa mengalami deviasi. Dispersi dapat menjadi nol, bila alas kedua prisma amici sejajar dan saling terbalik. Tiap kali pengukuran n kompensator distel sedemikian rupa sehingga batas terang dan gelap dalam teleskop tidak terlihat adanya warna lagi. 3.Cari beberapa indeks bias dan konsentrasi larutan masing-masing 5! Jawab: Indeks bias: Minyak indeks biasnya yaitu 1,45 Air indeks biasnya yaitu 1,33 Alkohol indeks biasnya 1.36 Gliserin indeks biasnya 1,47 Intan indeks biasnya 2,42 Konsentrasi larutan: 4.Jelaskan pengertian dari: Dispersi Polarisasi Refraksi Spektrum Jawab : Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik ( putih ) menjadi cahaya – cahaya monokromatik ( me , ji , ku, hi, bi, ni, u ) pada prisma lewat pembelokan atau pembiasan. Polarisasi adalah peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang acak menjadi satu arah getar. Refraksi adalah pembengkokan sinar cahaya ketika melewati permukaan antara satu bahan transparan dengan bahan lainnya. Spektrum cahaya adalah Energi dengan bentuk gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 380 – 750.

No comments:

Post a Comment

Total Pageviews